Senin, 03 Januari 2011

Makalah Filsafat Ilmu (Klasifikasi & Hirarki lmu)


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana, yaitu pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) dan penjelasan gaib (mystical exploitation). Kini di satu pihak manusia memiliki sekelompok pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan kebenarannya secara sah, tetapi dipihak lain sebagian mengenal pula aneka keterangan gaib yang tidak mungkin diuji sahnya untuk menjelaskan rangkaian peristiwa yang masih berada di luar jangkauan pemahamannya. Di antara rentangan pengetahuan ilmiah dan penjelasan gaib itu terdapatlah persoalan ilmiah yang merupakan kumpulan hipotesis yang dapat diuji, tetapi belum secara sah dibuktikan kebenarannya.
Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau pencarian (search). Oleh karena itu, pencarian biasanya dilakukan berulang kali, maka dalam dunia ilmu kini dipergunakan istilah research (penelitian) untuk aktivitas ilmiah yang paling berbobot guna menemukan pengetahuan baru. Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan para ilmuwan dapatlah dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan pengetahuan yang sistematis.
Pengetahuan yang telah disempurnakan atau yang dikenal dengan sebutan ilmu itu bermacam-macam. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas berbagai macam ilmu yang dikemukakan para ilmuwan guna mengingat pentingnya mengetahui dan mempelajari ilmu tersebut.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Bagaimana pengklasifikasian ilmu?
2)      Bagaimana hierarki ilmu?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu
Istilah Ilmu Pengetahuan merupakan suatu pleonasme[1]), yaitu pemakaian lebih daripada satu kata yang maknanya sama. Dalam bahasa Inggris science (ilmu) tidak sama dengan pengetahuan. Ilmu bermakna ganda:
·         Menurut cakupannya = ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan.
·         Ilmu menunjuk kepada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari suatu pokok soal tertentu.
·         Istilah science Inggris kadang-kadang diberi arti khusus lebih terbatas lagi, yaitu sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisik atau material.
Pengetahuan = paling umum. Para filsuf cenderung terdapat pemahaman bahwa ilmu adalah kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Pengertian ilmu sebagai Pengetahuan = sesuai dengan asal-usul istilah science = Latin “scientia” = scire = to know, to learn. Akhirnya Ilmu dapat difenisikan sebagai rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagagi metode sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis untuk mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan.

B.     Klasifikasi Ilmu
Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu cabang ilmu baru terjadi karena beberapa factor. Bert Hoselitz[2]) menyebut adanya tiga hal sebagai berikut. Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu manapun berkaiatn dengan tiga syarat. Pertama, yaitu eksistensi dan pengenalan seperangkat problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik. Kedua, yaitu pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan generalisasi-generalisasi  yang cukup luas lingkupnya untuk menunjukkan ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki. Ketiga, yaitu pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin batu itu.
Dengan berkembangnya demikian banyak cabang ilmu khusus, timbullah masalah pokok tentang penggolongan ilmu-ilmu itu atau pembagiannya. Klasifikasi merupakan pengaturan yang sistematik untuk menegaskan definisi sesuatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya dan menjelaskan saling hubungannya dengan cabang-cabang yang lain. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:



1)      Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian yang merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:
a)      Trivium atau tiga bagian yaitu:
·         Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik.
·         Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir baik, formal dan logis.
·         Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
b)      Quadrivium atau empat bagian yaitu:
·         Aritmatika yaitu ilmu hitung.
·         Geometrika yaitu ilmu ukur.
·         Musika yaitu ilmu musik.
·         Astronomia yaitu ilmu perbintangan.
2)      The Liang Gie
The Liang Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan jenis pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu sifat atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan sebuah ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan dipakai dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar manusia yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat. Dengan demikian The Liang Gie[3]) membagi ilmu dibedakan menjadi dua ragam, yaitu ilmu teoritis (theoretical science) dan ilmu praktis (practical science).
Pembagian selanjutnya sebagai pelengkap pembagian menurut ragam adalah pembagian ilmu menurut jenisnya. Menurut The Liang Gie ada enam jenis objek material pengetahuan ilmiah, yaitu ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, peristiwa sosial, dan proses tanda.
Berdasarkan enam jenis pokok soal di atas, the Liang Gie membagi ilmu menjadi tujuh jenis, yaitu seperti yang digambarkan pada tabel berikut:
No.
Jenis Ilmu
Ragam Ilmu
Ilmu Teoritis
Ilmu Praktis
1.
Ilmu-ilmu matematis
Aljabar
Geometri
Accounting
Statistik
2.
Ilmu-ilmu fisis
Kimia
Fisika
Ilmu keinsinyuran
Metalurgi
3.
Ilmu-ilmu biologi
Biologi molekuler
Biologi sel
Ilmu pertanian
Ilmu peternakan
4.
Ilmu-ilmu psikologis
Psikologi eksperimental
Psikologi perkembangan
Psikologi pendidikan
Psikologi perindustrian
5.
Ilmu-ilmu sosial
Antropologi
Ilmu ekonomi
Ilmu administrasi
Ilmu marketing
6.
Ilmu-ilmu linguistik
Linguistik teoritis
Linguistik perbandingan
Linguistik terapan
Seni terjemahan
7.
Ilmu-ilmu interdisipliner
Biokimia
Ilmu lingkungan
Farmasi
Ilmu perencanaan kota

3)      Cristian Wolff
Wolff mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat. Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut:
1.      Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, dapat ditemukan sifat yang benar dari alam semesta.
2.      Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3.      Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk berpikir deduktif.
4.      Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir.
5.      Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga yaitu mengetahui, menghendaki dan merasakan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut:
a)      Ilmu pengetahuan Empiris
ü  kosmologis empiris
ü  psikologi empiris
b)      Matematika
ü  Murni: aritmatika, geometri, dan aljabar.
ü  Campuran: mekanika, dan lain-lain.
c)      Filsafat
ü  Spekulatif (metafisika): umum-ontologi, dan khusus; psikologi, kosmologi, theologi.
ü  Praktis: intelek-/Logika, kehendak; ekonomi, etika, politik, dan pekerjaan fisik; teknologi.

4)      Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:
a.       Ilmu Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
b.        Ilmu Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala benda langit.
c.         Ilmu Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.
d.        Ilmu Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks daripada ilmu alam.
e.         Ilmu Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala kehidupan.
f.         Fisika Sosial (Sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan.
Atau secara garis besar dapat diskemakan sebagai berikut:
A.    Ilmu Pengetahuan; a. Logika (matematika murni); b.Ilmu pengetahuan empiris: astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi.
B.     Filsafat: a. Metafisika; b. filsafat ilmu pengetahuan: pada umumnya; pada khususnya.

5)      Karl Raimund Popper
Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (world)[4]), yaitu dunia 1, dunia 2, dan dunia 3. Popper menyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedang dunia 2 adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala hipotesis, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil keja sama antara dunia 1 dan dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, agama, dan sebagainya.
Kalau diskematisasikan, maka hubungan antara ketiga dunia tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Dunia 1                                                        Dunia 3                                                  Dunia 2
Kenyataan fisis                                          Hipotesis, hokum, teori                      Kenyataan psikis
Dunia                                                            (ciptaan manusia)                                               dalam diri manusia


 

                                         Karya Ilmiah     Studi Ilmiah          Penelitian Ilmiah
6)      Thomas S.Kuhn
Thomas S.Khun berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigma[5]), yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret. Menurut Khun cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Selama menjalankan aktivitas ilmiah para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang  dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomali. Tahap kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bias memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya.
Gambaran ketiga tahap tersebut dapat diskematisasikan sebagai berikut:
PARADIGMA
Dalam Masa Normal Science

ANOMALI

PARADIGMA BARU
Revolusi ilmiah
7)      Jurgen Habermas
Pandangan Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait dengan sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ignas Kleden menunjukkan tiga jenis metode ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti terlihat dalam bagan berikut:



Sifat Ilmu
Jenis Ilmu
Pengetahuan yang Dihasilkan
Akses kepada Realitas
Tujuan
Empiris-Analitis
Ilmu alam dan social empiris
Informasi
Observasi
Penguasaan teknik
Historis hermeneutis
Humaniora
Interpretasi
Pemahaman arti via bahasa
Pengembangan inter subjektif
Sosial-kritis
Ekonomi, sosiologi, politik
Analisis
Self-Reflextion
Pembebasan kesadaran non-reflektif
Ignas Kleden menunjukkan pandangan Habermas tentang ada tiga kegiatan utama yang langsung mempengaruhi dan menentukan bentuk tindakan dan bentuk pengetahuan manusia, yaitu kerja, komunikasi, dan kekuasaan.
8)      Francis Bacon
Francis Bacon mendasarkan klasifikasi ilmunya pada subjeknya, yaitu daya manusia untuk mengetahui sesuatu. Berdasarkan hal tersebut, ia membeda-bedakannya sebagai berikut:
a)      Ilmu pengetahuan ingatan yaitu membicarakan masalah-masalah atau kejadian yang telah lalu, meskipun dimanfaatkan untuk masa depan.
b)      Ilmu pengetahuan khayal yaitu membicarakan kejadian-kejadian dalam dunia khayal, meskipun berdasar dan untuk keperluan dunia nyata.
c)      Ilmu pengetahuan akal yaitu umumnya pembahasannya mengandalkan diri pada logika dan kemampuan berfikir.
Klasifikasi tersebut tidak dapat dibenarkan apabila apabila pemikiran kita berpangkal pada pandangan bahwa kita tidak akan mungkin mengenal dengan akal, ingatan, atau daya khayal semata, tetapi dengan seluruh pribadi kita.
9)      Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, yaitu untuk keperluan perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan teknologi.
10)  Wilhelm Windelband
Wilhelm Windelband membeda-bedakan ilmu pengetahuan alam (naturwissenschaf) dan ilmu srjarah (geschichtswissenschaft)[6]). Menurutnya, kedua jenis ilmu pengetahuan itu tidak berbeda dalam hal objeknya karena objeknya satu yaitu kenyataan. Adapun perbedaannya terletak pada metode. Metode untuk naturwissenschaf disebut nomotetis yaitu berhubungan dengan nomos atau norma yang menunjuk pada adanya usaha untuk membuat hal umum atau generalisasi. Sedangkan geschichtswissenschaft menggunakan metode ideografis yaitu tertuju pada hal yang sifatnya individual atau tidak umum, tetapi menuju individualisasi, serta hanya terjadi sekali atau bersifat einmalig. Artinya, tidak dapat diulangi dan tidak pula dapat diduga atau diramalkan. Metode ini semata-mata suatu usaha untuk melukiskan gagasan atau ide dari objek.

11)  Al-Ghazali
Al-Ghazali[7]) secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah yaitu sebagai berikut:
1.      Ilmu Syar’iyyah
a)      Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
*      Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
*      Ilmu tentang kenabian.
*      Ilmu tentang akhirat atau eskatoogis
*      Ilmu tentang sumber pengetahuan religious. Yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori:
                                       i.     Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
                                     ii.     Ilmu-ilmu pelengkap.
b)      Ilmu tentang cabang-cabang (furu’)
*      Ilmu tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan (ibadah)
*      Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat:
                                         i.            Ilmu tentang transaksi
                                       ii.            Ilmu tentang kewajiban kontraktual
*      Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.      Ilmu Aqliyyah
a)      Matematika: aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, music
b)      Logika
c)      Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology, mineralogy, kimia
d)     Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika:
Ontologi
*      Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktivitas Ilahi.
*      Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana.
*      Pengetahuan tentang dunia halus.
*      Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi.
*      Teurgi (nairanjiyyat). Ilmu ini mengemukakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural.
Pembagian ilmu-ilmu dewasa ini menimbulkan perincian yang dinamakan disiplin ilmu dan cabang ilmu dalam masyarakat ilmuwan. Saat ini, klasifikasi ilmu didukung banyak ahli. Adapun ilmu tersebut dibagi menjadi:
1)      Ilmu pengetahuan Aprori (rasional). Teori ilmu pengetahuan menuntut penyadaran kita terhadap pengertian pengetahuan. Penyadaran terhadap pengetahuan yang berdasarkan pengalaman serta pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman. Penyadaran pertama menimbulkan pengetahuan apriori (sebelum pengalaman). Penyadaran kedua atau terakhir menghasilkan ilmu pengetahuan aposteroiri (sesudah pengalaman).
2)      Ilmu pengetahuan alam dan rohani. Ilmu pengetahuan alam dan rohani berbeda karena objeknya. Perbedaan pertama, berobjekan pada hal-hal yang cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas. Dengan kata lain, objek ilmu tersebut dapat diterangkan dengan mempersoalkan sebabnya. Objek ilmu pengetahuan rohani yaitu manusia dengan kehidupan rohaninya, tidak mungkin hanya dipandang sebagai benda mati atau benda hidup.
Selain itu tedapat pula pengkalsifikasian ilmu yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan[8]) tentang Perguruan Tinggi Nomor: 22 Tahun 1961 di Indonesia yang terdiri atas empat kelompok sebagai berikut:
a.       Ilmu Agama/Kerohanian, yang meliputi:
·         Ilmu Agama
·         Ilmu Jiwa
b.      Ilmu Kebudayaan, yang meliputi:
·         Ilmu Sastra
·         Ilmu Sejarah
·         Ilmu Pendidikan
·         Ilmu Filsafat
c.       Ilmu Sosial, yang meliputi:
·         Ilmu Hukum
·         Ilmu Ekonomi
·         Ilmu Sosial Politik
·         Ilmu Ketatanegaraan dan Ketataniagaan

d.      Ilmu Eksakta dan Teknik, yang meliputi:
·         Ilmu Hayat
·         Ilmu Kedokteran
·         Ilmu Farmasi
·         Ilmu Kedokteran Hewan
·         Ilmu Pertanian
·         Ilmu Pasti Alam
·         Ilmu Teknik
·         Ilmu Geologi
·         Ilmu Oceanografi
C.    Hierarki Ilmu
Hierarki ilmu merupakan urutan atau tingkatan dari ilmu. Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologism dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Sebagaimana telah dikemukakan suatu disiplin ilmu terbagi dalam sejumlah specialty yang dalam bahasa Indonesia sebaiknya disebut cabang ilmu. Cabang ilmu atau specialty pada umumnya juga telah tumbuh cukup luas sehingga dapat dibagi lebih terperinci menjadi beberapa ranting ilmu. Kadang-kadang sesuatu ranting ilmu yang cukup pesat pertumbuhannya bisa mempunyai perincian lebih lanjut yang kami sebut tangkai ilmu. Jadi, dalam ruang lingkup sesuatu jenis ilmu yang bercorak teoritis atau praktis terdapat urutan tata jenjang yang merupakan hierarki ilmu sebagai
berikut:

Jenis Ilmu

Rumpun Ilmu

Cabang Ilmu

Tangkai Ilmu

















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Banyak pengklasifikasian ilmu yang dikemukakan oleh para ahli dengan cara yang berbeda-beda pula, yaitu: klasifikasi berdasarkan subjek (Francis Bacon), objek (Aristoteles) serta metode (Wilhelm Windelband). Adapun ahli lain seperti The Liang Gie yang mengklasifikasikan ilmu berdasarkan jenis dan ragamnya, Cristian Wolff mengklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar, Auguste Comte mengklasifikasikan berdasarkan sejarah ilmu itu sendiri, Karl Raimund Popper membagi menjadi tiga dunia, Thomas S. Kuhn dengan teori paradigmanya serta Jurgen Habermas berdasarkan sifat dan jenis ilmu. Sedangkan menurut Islam yang dikemukakan oleh Al-Ghazali membagi ilmu secara filosofis.
2.      Hierarki ilmu yaitu urutan tata jenjang ilmu atau tingkatan-tingkatan dari ilmu yang dimulai dari jenis ilmu kemudian rumpun ilmu selanjutnya cabang ilmu dan terakhir yaitu tangkai ilmu.
B.     Saran
Adapun saran yang disampaikan penulis yaitu dalam pembuatan makalah haruslah sesuai dengan prosedur dalam pembuatan makalah yang sesungguhnya.


DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Pandia, Wisma. Filsafat Ilmu. Sekolah tinggi Theologi Injili Philadelphia.
Salam, Burhanuddin. 2000. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.
        Jakarta: Bumi Aksara.
Wiramihardja, Sutardjo. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT.Refika Aditama.



[1] ) Pandia, Wisma. Filsafat Ilmu. Sekolah tinggi Theologi Injili Philadelphia hal 38.
[2] ) Pandia, Wisma. Filsafat Ilmu. Sekolah tinggi Theologi Injili Philadelphia hal 43
[3] ) Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia,( Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal 64.
[4] ) Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal 69.
[5] ) Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal 70.
[6] ) Sutardjo Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2007) hal 113.
[7] ) Amsal Bakhtiar,  Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005) hal 123.
[8] ) Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara, 2000) hal 18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.