Senin, 03 Januari 2011

Makalah Filsafat Ilmu (fakta & kepercayaan)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang     
Dalam kehidupan, manusia tidak lepas dari fakta dan kepercayaan. Di samping berdimensi berfikir, manusia juga berdimensi percaya. Percaya merupakan sifat dan sikap memembenarkan sesuatu atau menganggap sesuatu sebagai yang benar. Jadi, dengan demikian hubungan (keterkaitan) antara keduanya, yatu antara fakta dengan kepecayaan saling berhubungan seperti yang telah disesebutkan sebelumnya.
Landasan teori tentang fakta dan kepercayaan telah dicetus oleh salah seorang filosof yang bernama  Prof. Pudjawitna yang dalam bukunya yang berjudul “Tahu dan Pengetahuan” yang terkait dengan pengantar ke ilmu dengan filsafat, seperti halnya dalam mata kuliah tersebut. Dalam teorinya tentang kepercayaan, beliau berpendapatbahwa, “Kepercayaan adalah anggapan atau sikap mental bahwa sesuatu itu benar”. Arti lainnya daripada kepercayaan yaitu sesuatu yang diakui sebagaibenar. Kita tidak dapat membayangkan jika manusia dapat hidup tanpa kepercayaan apapun, baik dalam arti pertama maupun dalam arti yang kedua.




  1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
a.                               Apa yang dimaksud dengan fakta dan kepercayaan ?
b.                              Bagaimana hubungan antara fakta dengan kepercayaan?
c.                               Jelaskan macam-macam kepercayaan ?
C.     Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dan kegunaan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
a.       Tujuan
      Agar mahasiswa mampu membedakan antara fakta dengan kepercayaan
Dan hubungan keduanya, serta macam-macam kepercayaan.
b.                              Kegunaan
      Untuk memperluas wawasan mahasiswa tentang fakta dan kepercayaan dalam hidup ini.









BAB II
                                                PEMBAHASAN


A..  Arti Fakta dan Kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam,bergantung dari sudut pandang filosof yang melandasinya.
·         Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyatabila ada korespondensi antaa sensual satu dengan sensual yang lain.
·         Fenomenologik memiliki dua arah pekembanganmengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua menjurus ke arah koherensi moralitas kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
·         Rasionalitik menganggap sesuatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional.
·         Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empirik dengan objektif, dan
·         Pragmatisme memilki pandangan bahwa yang ada itu berfungsi.

Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta objektif dan fakta ilmiah. Fakta objektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang merupakan  obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakanrefleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manuasia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsifakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bagunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan oleh bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmia membentuksuatu deskripsi ilmiah.1
B. Arti Kepercayaan
Disamping berdimensi berfikir, maka manusia itu berdimensi percaya. Percaya adalah sifat dan sikap, membenarkan sesuatau, atau menganggap sesuatu sebagai benar.







            1)Filsafat Ilmu, http// members. Tripod. Com/ aljawad/ artikel/ Filsafat Ilmu. Htm.

Kepastian adalah sikap mental atas dasar keyakinan bahwa ada kebenaran, tetapi kebenaran yang diselidiki sendiri. Adapula kemungkinan, bahwa orang mempunyai keyakinan akan kebenaran bukan karena penyelidikan sendiri, melainkan atas pemberitahuan pihak lain.
Ahli ilmu falak mengatakan misalnya kepada saya, bahwa pada tanggal tertentu akan ada gerhana bulan. Saya yaki , bahwa pemberitahuan itu benar. Jadi, setelah diberitahu itu, saya tahu akan sesuatu kebenaran.Pengetahuan yang tercapai itu disebut kepercayaan. Kepastian terdapat karena percaya ini tidak perlu kurang pastinya dari kepastian yang diperoleh sendiri.2
Jadi, kepercayaan itu adalah anggapan atau sikap mental bahwasesutu itu benar. Arti lainnya dari ke[ercayaan adalah sesuatu yang diakuisebagai benar. Kita tidak bisa membayangkan manusia dapat hidup tanpa kepercayaan apapun’ baik dalam arti pertamamaupun dalam arti yang kedua.
B. Hubungan antara Fakta dengan kepercayaan
      Antara fakta dan kepercayaan memiliki hubungan yang sangat erat, sebagaimana penjelasan yang sebelumnya tentang arti kepercayaan yang merupakan sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau menganggap
sesuatusebagai fakta (benar), sebagai contoh  dalam  ilmu matematika, misalnya; 2 x 2 = 4, jadi faktanya benar-benar mempunyaihasil yang kebenarannya mempunyai hasil yang kebenarannya dapat dibuktikan sehingga kita mempunyai kepercayaan dengan hal tersebut.3



C.     Macam-Macam Kepercayaan
1.                                    Kepercayaan dalam Hidup Sehari-hari
Kita lihat dalam kehidupan dan penghidupan sehari-hari. Yang kita sebagai ibu kandung kita, sesungguhnya kita terima semata-mata atas dasara kepercayaan, karena kita tidak merasa perlu membuktikannya. Kita tidak dapat makan sebagai yang bisa kita lakukan sehari-hari, apabila kita senantiasa dikuasai kesangsian atau ketidak percayaan atas setiap makanan yang kiata makan itu: berbahayakah bagi tubuh kita auatau tidak? Kita tidak bakal pernah naik kendaraan bermotor yang dikemudikan orang lain bila kita tidak mempunyai ke[ercayaan aytas kendaraan (mobil, kereta api, kapal laut, pesawat terbang dan sebagainya) yang kiata tumpangi, dan bila kita mempunyai kepercayaan) kepada pengemudinya; tanpa kita terlebih dahulu mempelajari dan menyelidiki secara ilmiah segala seluk beluk mesin kendaraan, tanpa terlebih dahulu kiata mentes dan mengecek kemampuan dan kemahiran pengemudi secara saksama. Seseorang yang mau pergi ke luar negri, misalnya naik pesawat terbang semata-mata atas dasar kepercayaan pada mulanya. Wlaupun apa yang kita percayai pada mulanya dengan begitu saja itu mungkin saja kemudian dapat diperkuat dengan bukti-bukti hasil penyelidikan rasional, namun itu adalah masalah kemudian, bukan masalah permulaan.



2.Kepercayaan dalam Ilmu Pengetahuan
      Dalam salah satu ceramah pada malam tadarrusan  Ramadhan di Masjid Sal;man ITB, Prof. Dr. D. A. Tisna Amidjaja, Rektor ITB (waktui itu), pernah mengemukakan bahwa, dalam ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan kesangsian itu, namun masalah kepercayaan tidak dapat dikesampingkan sama sekali. Para pemula dalam suatu disiplin ilmu pengetahuan tertentu pertama-tama menerima saja terlebihdahulu suatu dalil atau aksioma atas dasar kepercayaan, walaupun dalam perkembangan kemudian melalui proses analisa dan penelitian rasional akhirnya sdampai juga kepada dalil aksioma yang pada mulanya diterima dengan begitu saja atas dasar kepercayaan itu.
Ilmu pengetahuan dalam mengemukakan konglusinya bersandar kepada ponstulat-ponstulattertentu atau kebenaran-kebenaran yang telah diterima sebelumnya secara “mutlak”, yang diterima dengan begitu saja, atas dasar kepercayaan semata-mata. Sekali lagi kita tegaskan, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan sekalipun, yang konon diawali dengan keraguan dan kesangsian itusendiri.



3.      Kepercayaan dalam Filsafat
Seseorang yang terkemuka dari penyangsi modern ialah Rene Descartes (1596-1650) , seorang ahli ilmu pasti yang paling ulung pada zamannya, yang juga dianggap peletak dasar rasionalisme yang sebenarnya di Eropa.
Menurut aliran rasionalisme akal manusia itu memang cukup kuat untuk memecahkanb segala soal, cukup kuat untuk mencapai kebenaran yang terakhir setidak-tidaknya cukup kuat untuk mengerjarnya atas dasar akal sendiri. Dengan penuh keyakinan aliran rasionalisme percaya dalam maksud kata percaya adalah ESA akan akal manusia sebagai kunci yang membuka segala rahasia. Hanyalah dapat ditanyakan : keyakinan itu adalah berasarkan atas apa?. Pada pikiran hemat kami  tidak dapat dihindarkanketerangan, bahwa terpilihnya akal manusaia sebagai dasar atas pangkal filsafat dan ilmu pengetahuanadalah suatu pemilihan yang ada padatidak akali sifatnya. Rasionalisme memilih akal itu karena percaya terhadap akal.
Dalam kepercayaan itu tidak dicapai dengan jalan fikiran yang akali melainkan kepercayan itulah tidak lain daripada keyakinan. Atas dasar rasionalisme memilih akal manusia sebagai titik berangkat atau pangkal pikiran. Keyakinan itu dapat dihargai, dapat dimengerti, tapi tidak dapat dibuktikan dengan akal.
Kesimpulannya ilmu filsafat itu tidak otonom. Tiap-tiap filosof membutuhkan suatu pangkal pikiran atau titik berangkat. Ada yang memilih akal sebagai titik berangkat, ada yang memilih arus hidup ada yang memilih exitensi. Pemilihanitu tergantung daripada keyakian ahli piker sendiri. Keyakinan itu adalah subyektif.4Tentang Rene Deskartes sang Penyangsi besar itu S. Takdir Alisjahbana menerangkan: Sangsi akan kebenaran segala pikiran dan tangkapan pancaindra. Hanya tidak dapat disangsikan, bahwa ia sangsi, jadi dia berfikir, jadi dia ada. Dari sini maju lagi ia selangka-selangkah hingga percaya akan rasionya.5
Jelaslah bahwa rasionalisme yang diletakkan dasarnya oleh sang penyangsi besar itu, ternyata tidak lain adalah semacam suatu kepercayaan juga. Begitu rasionalisme, begitu  idealisme dan materialisme. Idealisme yang percaya bahwa unsur pokok sarwa yang ada ini adalah idea, dan materialisme yang percaya bahwa unsur pokok sarwa ini adalah materia, keduannya adalah kepercayaan. Atheisme yang kita kenal sebagai ketidak percayaan denyan adanya Tuhan, pada khakekatnya adalah semacam kepercayaan juga, yaitu kepercayaan akan tidak adanya tuhan.
Mengenai hubungan filsafat dengan kepercayaan ini malahan Harold H. Titus menulus: ‘In broad sense, a person’s philosophy is the sum of his fundamental belief and confictions”6                                                        (Dalam arti yang luas, filsafat seseorang adalah jumlah kepercayaan dan keyakinannya asasi).
Jadi dalam filsafat sekalipun, yang katanya mencari kebenaran secara radikal, integral, dan universal itu, terbukti bahwaunsur atau factor kepercayaan tersebut menjadi pangkal-tolaknya sendiri.


  1. Kepercayaan dalam Agama
“Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan”, tertulis dalam Nilai-Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam. Keprcayaan itu akan melahirkan nilai-nilai guna menopang hidup budanya. Sikap tanpa kepercayaan atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi.Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan. Demikian pula cara berkepercayaan pun harus benar pula. Menganut kepercayaan yang salah bukansaja dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataannya kita temui bentuk-bentuk kepercayaan iu berbeda satu dengan yang lainnya, maka sudah tentu ada dua kemugkinan: semuanya itu salah atau salah satu di antaranya benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mugkin mengandung unsure kebenaran dan kepalsuan yang bercampur baur. Maka satiu-satunya sumber dan pangkal nilai itu haruslah benaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan.7







Jika sudah sampai di sini, kita sudah berada di gerbang suatu bentuk dan corak kepercayaan, yang kita kenal sebagai : Agama!
Apabila manusia, baik dalam hidupnya sehari-hari, maupun dalam ilmu pngetahuan, atau dalam filsafatnya, tidak dapat melepaskan diri sama sekali dari kepercayaan, mak konon apalagi dalam agama. Faktor kepercayaan ini mutlak dalam agama. Malahan agama tidajlah lain dari pada satu bentuk dan corak kepercayaan (dalam arti sesuatu yang diakui dan diterima sebagai kebenaran) yang tertinggi.
“Dalam agama kepercayaan ini merupakan suatu unsure yang amat penting”, dan dalam hal ini amat masuk akal alsannya kebenaran yang dipercayai oleh kaum yang beragama ini diyakini sebab dibertitahukan oleh yang tak dapat berdusta (Tuhan sendiri) atau palingsedikit seorang yang menerima tugas memberitahukan kebenaran ini kepada umat manusia, ia patut dipercaya. Percaya ialah menerima kebenaran demi kewibawaan.8








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut:
1.      Pengertian kepercayaan yaitu sikap mental bahwa sesuatu itu benar, sedangkan fakta yaitu segala sesuatu yang telah (benar-benar) terjadidan telahdibuktikan kebenarannya
2.      Fakta dan kepercayaan mempunyai hubungan yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain
3.      Macam-macam kepercayaan, yaitu:
a.       Kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari
b.      Kepercayan dalam ilmu pengetahuan
c.       Kepercayaan dalam agama
B.     Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kepada setiap mahasiswa agar mampu membuka cakrawala berfikir kita mengenai materi tersebut.




DAFTAR PUSTAKA


Anshari, Endang Saifuddin. 1987. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: 
            PT. Bina Ilmu.

Bakhtiar, Amzal. 1997. Filsafat Agama. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu

Http:// members. Tripod. Com/aljawad/ artikel/ Filsafat ilmu. Htm.

Pudjawijatna. 1967. Pengantar keilmu dan filsfat. Jakarta: Rineka Cipta.

Salam, Burhanuddin. 1984. Pengantar Filsafat. Bandung: Bumi Aksara.

1 komentar:

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.