Rabu, 01 Oktober 2014

Model pembelajaran kooperatif



A.       Filosofi Model Pembelajaran Kooperatif

Pada tahun 1916, John Dewey yang mengajar di Universitas Chicago menetapkan konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium yang berfungsi untuk belajar tentang kehidupan nyata. Senada dengan hal itu, Herbert Thelar (1954-1969) mengemukakan bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Selanjutnya muncul David Johnson & Roger Johnson (1994), mereka adalah pencetus teori unggul tentang pembelajaran kooperatif dengan memberikan pelajaran berdasarkan pengalaman.
Model cooperative learning beranjak dari dasar pemikiran getting better together yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat.
Teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif yang menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik.
Vygotsky menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Dukungan teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Menurut Anita Lie (dalam Suprijono,2012: 56) model pembelajaran ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwis, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, dan kehidpan bersama lainnya. Secara umum tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan yang disebut Piaget sebagai pengetahuan sosial. 
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendikusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berfikir yang sesuai dan saling mengemukakan dan menantang minskonsepsi-minskonsepsi di antara mereka sendiri merupakan unsur kunci dari konsepsi Piaget dan Vigotsky tentang perubahan kognitif.
Melalui model cooperative learning, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses pembelajaran dengan model cooperative learning ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa.
Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (pear group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).

B.        Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. (Tukiran: 55)
Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal juga dengan pembelajaran kelompok tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok.
Pada dasaarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative leraning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Pendapat lain menyatakab bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok secara heterogen yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C.     Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Menurut Bannet (1991) dan Jacobs (1996) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1)         Saling ketergantungan secara positif yaitu perasaaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok tersebut.
2)        Tanggung Jawab Individu
3)        Pengelompokkan secara Heterogen
4)       Ketrampilan-ketrampilan Kolaboratif
5)        Pemrosesan Interaksi Kelompok berkaitan waktu yang diberikan sebagai kesempatan bagi siswa mendiskusikan bahgaimana kelompok mereka bekerjasama.
6)        Interaksi Tatap Muka (face-to-face interaction)
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut Stahl (dalam Turkinan: 59) adalah : (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar, terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada siswa sendiri, (8) siswa aktif. Senada dengan ciri-ciri tersebu, Johnson dan Johnson (1984) serta Hilke (1990)  mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : (1) terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok, (2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu, (3) heterogen, (4) berbagi kepemimpinan, (5) berbagi tanggungjawab, (6) menekankan pada tugas dan kebersamaan, (7) membentuk keterampilan sosial, (8) peran guru/ dosen mengamati proses belajar siswa, (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.

D.        Analisis Tugas dari Model Pembelajaran Kooperatif

E.        Komponen Model Pembelajaran Kooperatif

1.         Sintaks Pembelajaran
Sintakmatik adalah langkah-langkah tindakan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran. Sintakmatik merupakan urutan langkah yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam mengorganisasikan kegiatan pembelajaran sesuai dengan hasil penelitian penemu sebuah model. Arends (2008:21) menuliskan sintakmatik pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
Tahap 1: Menyampaikan tujuan pembelajaran dan establishing set
Tahap 2: Menyampaikan presentasi
Tahap 3: Membagi siswa ke dalam kelompok kooperatif
Tahap 4: Membimbing kerja kelompok
Tahap 5: Melakukan evaluasi
Tahap 6: Memberikan penghargaan
2.        Sistem Sosial
Sistem sosial  di dalam model pembelajaran menjelaskan peran siswa dan guru, hubungan diantara keduanya serta norma yang mendukungnya dalam pembelajaran. Model ini menghendaki adanya peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing  dalam kegiatan pembelajaran siswa yang kooperatif, guru  merupakan pengendali dalam kegiatan belajar pada setiap tahapnya dan memberikan penghargaan di akhir pembelajaran.
3.         Prinsip reaksi
Prinsip reaksi dalam model pembelajaran kooperatif terlihat dari kegiatan siswa yang saling bekerja sama. Siswa berdiskusi saling bahu-membahu menyelesaikan masalah dalam kelompok.
4.        Sistem Pendukung
Sistem pendukung menjelaskan syarat-syarat yang diperlukan dalam suatu model. Model kooperatif menghendaki kerja kelompok dengan anggota 4-6 siswa dengan kemampuan akademik yang merata sehingga dituntut untuk duduk dalam kelompok. Yang dibutuhkan dari seorang guru dalam pembelajaran kooperatif adalah perhatian kepada siswa supaya tugas kooperatif berjalan dengan baik. Siswa duduk dalam kelompok  kooperatif dapat digambarkan sebagai berikut:
5.        Dampak Instruksional
Dampak instruksional diperoleh  melalui arahan-arahan dalam pembelajaran. Arends (2008:5) mengungkapkan bahwa dampak yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif setidaknya untuk mencapai 1) prestasi akademis, 2) toleransi dan penerimaan terhadap keaneka-ragaman, dan 3) pengembangan keterampilan sosial. Slavin (2009:33) menambahkan bahwa tujuan  dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman untuk menjadi anggota masyarakat memiliki kontribusi yang memadai dalam kehidupan sosial, dengan peningkatan pencapaian prestasi akademis siswa.

Selanjutnya menurut Heny, komponen dalam model pembelajaran kooperatif terdiri dari:

a.              Sintaks pembelajaran kooperatif

Fase-fase
Perilaku Guru
present goals and set. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.
present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada paserta didik secara verbal.
Organize students into learning teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam tim – tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim- tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.
test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Provide recognition
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

b.             Prinsip Reaksi (Principles of Reactions)
Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Dalam model pembelajaran kooperatif, peran guru adalah sebagai berikut.
a)     Membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran.
b)     Berperan sebagaipendamping, pembimbing, fasilitator dan motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan utama bagi siswa.
c)     Harus mampu menciptakan suasana psikologis yang dapat membangkitkan respon siswa.
d)     Menekankan pentingnya bekerjasama secara kooperatif dalam kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, termasuk upaya meningkatkan keterampilan kooperatif siswa.
e)      Memberikan bantuan terbatas pada siswa yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan  untuk membuka wawasan siswa.
c.       Sistem Sosial (The Social System)
Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif pola hubungan antara guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain. Proses pembelajaran lebih berpusat pada siswa (student centered approach) karena siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki sehingga siswa dapat mengembangkan potensi dirinya. Dengan pembelajaran seperti itu, maka akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
d.      Sistem Pendukung (Support System)
Model pembelajaran ini dalam pelaksanaannya memerlukan sarana, bahan, dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Tetapi tidak memerlukan  fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai pada saat game tournament, buku-buku yang menyangkut materi yang dipelajari, Lembar Percobaan, LKS dan buku penunjang yang relevan.
e.   Dampak Instruksional (Intructional Effect) dan Dampak Pengiring (Nurturant Effect)
1.              Dampak Instruksional (Instruksional Effect)
Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut.
a)      Kemampuan konstruksi pengetahuan
Siswa melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah permainan yang melibatkan siswa sebagai tutor sebaya. Dengan aktivitas semacam ini dan dilaksanakan secara rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan meningkat.
b)      Penguasaan bahan ajar
Informasi (pengetahuan) dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui aktivitas belajar yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri dapat bertahan lama dalam memori siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
c)      Kemampuan berpikir kritis
Siswa dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran siswa sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan optimal.
d)     Keterampilan kooperatif
Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
2.             Dampak Pengiring (Nurturant Effect)
Dampak pengiring yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif , yaitu sebagai berikut.
a)      Minat (interest)
Minat yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan
b)      Kemandirian atau otonomi dalam belajar
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi siswa berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi siswa dalam belajar.
c)      Nilai (value)
Pada pembelajaran terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.
d)     Sikap Positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu
Adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, baik dalam mempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan.
Sumber: Heny Christz

Dari uraian diatas dapat dismpulkan bahwa komponen-komponen dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari:
a.              Sintaks, yang terdiri dari menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, menyajikan informasi, mengorganisir peserta didik ke dalam tim – tim belajar, membantu kerja tim dan belajar, mengevaluasi, memberikan pengakuan atau penghargaan.
b.             Prinsip Reaksi, terlihat dari kerjasama siswa dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah, dan peran guru disini hanya sebagaipendamping, pembimbing, fasilitator dan motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan utama bagi siswa.
c.              Sistem Sosial, terjadi pola hubungan antara guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain.
d.             Sistem Pendukung, dalam pelakasanaanya memerlukan sarana dan prasarana yang dapat membantu pelaksanaan model ini.
e.              Dampak Konstruksional yaitu memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman sedangkan dampak Pengiring yaitu diharapkan siswa dapat memperoleh Minat, Kemandirian, Nilai dan Sikap Positif siswa dalam pembelajaran.

F.        Tipe- Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan oleh guru diantaranya sebagai berikut:
1.             MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Koopertif tipe Jigsaw ini dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. kooperatif tipe jigsaw ini didesain  untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya. Dengan demikian siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Dalam penggunaan kooperatif tipe Jigsaw ini, dibentuk kelompok-kelompok heterogen beranggotakan 4-6 siswa. Materi pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk tes dan setiap siswa bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota kelompok lainnya ( Arends 2001 ).
Anggota pada kelompok yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi ( antar ahli ), saling membantu satu dengan lainnya untuk mempelari topik yang diberikan ( ditugaskan ) kepada mereka. Kemudian siswa tersebut kembali pada kelompok masing-masing (kelompok asal) untuk menjelaskan kepada teman-teman satu kelompok tentang apa yang telah dipelajari. Dengan demikian penggunaan tipe Jigsaw terdapat dua jenis kelompok, yakni kelompok asal dan kelompok ahli.
Sumber: Khadijah Tabrani, 2012.
2.             MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY
Model pembelajaran TwoStayTwoStray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi  kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi, dikembangkan oleh spencer kagan (1990), dapat dikombinaksikan atau digabungkan dengan teknik kepala bernomor, dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur, memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
a.              Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
b.             Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama.
c.              Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
d.             Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
e.              Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
f.               Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
g.             Kesimpulan.
Sumber: velta boenika yuwono.
3.             MODEL PEMBELAJARAN  KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN)
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diteraapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
a.              Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
b.             Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
c.              Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
d.             Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
e.              Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
f.      Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
g.             Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
h.             Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
i.               Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Sumber: velta boenika yuwono.

4.             MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
Tipe Student Team Achievement Division ( STAD ). Tipe Student Team Achievement Division ( STAD ) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2000), dalam STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat orang yang hiterogen yakni merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, suku, dan lain-lain.
Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah terdiri enam fase sebagai berikut :
FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1- Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

- Menyampaikan tujuan pembelajaran atau indicator hasil belajar
-           Memotivasi siswa
-          Mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
Fase – 2
Menyajikan informasi

-   Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau bacaan
Fase – 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
-  Menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar
-      Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar ( setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang yang heterogen )
Fase – 4
Membeimbing siswa beklerja dan belajar

-   Membinmbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.
Fase – 5
Evaluasi

-    Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta siswa mampresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi
Fase – 6
Memberikan penghargaan

-   Memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi baik secara individu maupun kelompok.
Sumber: Khadijah Tabrani, 2012.

5.   MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.Langkah-langkah penerapan tipe NHT:
a.              Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.             Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c.              Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau namA.
d.             Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e.              Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f.               Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g.             Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
h.             Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini)

6.             MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
a.              Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b.             Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c.              Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
d.             Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
e.              Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f.               Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g.             Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

7.             MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS
Dikemukakan oleh Frank Lyman (1985). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Langkah-langkah pelaksanaan antara lain:
a.              Guru menyampaikan inti materi atau komptensi yang ingin dicapai.
b.             Siswa diminta untuk berfikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru.
c.              Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d.             Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e.              Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkap siswa.
f.               Guru memberikan kesimpulan.
g.             Penutup.
8.             MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah suatu pembelajaran  dimana setelah kehadiran guru, siswa pidah kekelompoknya masing-masinguntuk saling membantru  menjawab pertanyaan-pertanyaan dari materi yang diberikan. Sebagai ganti dari tes tertulis, setiap siswa akan bertemu seminggu sekali pada meja turnamen dengan dua rekan dari kelompok lain. Tiga siswa dalam setiap turnamen. Mereka menjawab satu pertanyaan yang sama, yang telah dibahas bersama-sam dalam kelompomnya. Dengan cara ini setiap siswa berkesempatan menyumbangkan skor sebanyak-banyaknya untuk kelompoknya.
Tahap-tahap (skenario) dalam pembelajaran koopertaif tipe TGT adalah sebagai berikut:Pembentukan kelompok . Kelas dibagi atas kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4-5 siswa. Perlu diperhatikan bahwa setiap kelompok mempunyai sifat hiterogen dalam hal jenis kelamin, kemampuan akademik, dll. Masing-masing kelompok diberi kode, misalnya I, II, III, dan seterusnya. Sebelum materi pelajaran diberikan , kepada siswa dijelaskan bahwa mereka akan bekerjasama dalam kelompok selama beberapa minggu dan memainkan permainan akademik untuk menambah poin bagi nilai kelompok mereka, dan bahwa kelompok yang nilainya tinggi akan mendapatkan penghargaan.
Pemberian materi. Materi pelajaran mula-mula diberikan melalui presentasi kelas, berupa pengajaran langsungatau diskusi bahan pelajaran yang dilakukan guru, menggunakan audiovisual. Materi pengajaran dalam TGT dirancang khusus untuk menunjang pelaksanaan turnamen. Materi ini dapat dibuat sendiri dengan jalan mempersiapkan lembaran kerja siswa.
Belajar kelompok. Kepada masing-masing kelompok diberikan LKS yang telah disediakan untuk di selesaikan.fungsi utama kelompok ini adalah memastikan semua anggota kelompok belajar, dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan anggotanya agar dapat mengerjakan soal-soal latihan yang akan dievaluasi melalui turnamen. Setelah guru  memberikan materi I, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja dan materi lainnya. Dalam belajar kelompok, siswa diminta mendiskusikan masalah secara bersama-sama, membandingkan jawabannya, dan mengereksi miskonsepsi jika teman satu kelompok membuat kesalahan.
Turnamen. Turnamen dapat dilaksanakan tiap bulan aatau tiap akhir pokok bahasan. Untuk melaksanakan turnamen, langkahnya adalah sebagai berikut :
Membentuk meja turnamen disesuaikan dengan banyaknya siswa pada setiap kelompok.Menentukan rangking ( berdasrkan kemampuan ) setiap siswa pada masing-masing kelompok.Menetapkan siswa dengan rangking yang sama pada meja yang sama.Masing-masing siswa pada meja turnamen  bertanding untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya.Skor siswa dari masing-masing kelompok dikumpulkan, dan ditentukan kelompok yang mempunyai   jumlah kumulatif tertinggi sebagai pemenang pertandingaan.
Skor individu. Skor individu adalah skor yang diperoleh masing-masing anggotadalam teks akhir.
Skor kelompok. Skor kelompok diperoleh dari rata-rata nilai perkembanmgan anggota kelompok. Nilai perkembangan adalah nilai yang diperoleh oleh masing-masing siswa dengan membandingkan skor pada tes awal dengan skor pada tes akhir. Perhitungan nilai perkembangan sama dengan pada tipe STAD.
Penghargaan. Segera setelah turnamen, hitunglah nilai kelompok dan siapkan sertifikat kelompok untuk menghargai kelompok yang bernilai tinggi. Keberhasilan nilai kelompok dibagi dalam tiga tingkatan penghartgaan, sama seperti pada tipe STAD.
Sumber: Khadijah Tabrani, 2012.

9.    MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Langkah-langkah pelaksanaannya:
a.              Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b.             Menyajikan materi sebagai pengantar.
c.              Guru menunjukkan atau memperlihatkan gamabar-gambar kegiatan yang berkaitan dengan materi.
d.             Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar menjadi urutan yang logis.
e.              Guru menanyakan alasan/ dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f.               Dari alasan/ urutan gambar tersebut guru mulai menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g.             Kesimpulan.

10.         MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION
Dikembangkan oleh Sharan (1992), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.              Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
b.             Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok.
c.              Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi atau tugas yang berbeda dari kelompok lain.
d.             Masing-masing kelompok membahas materi yang ada secara kooperatif yang bersifat penemuan.
e.              Setelah selesai diskusi juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok.
f.               Guru memebrikan penjelasan singkat sekaligus memberikan kesimpulan.
g.             Evaluasi.
h.             Penutup.

G.       Kelebihan Dan Kekurangan Dari Model Pembelajaran Kooperatif

Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.               Dengan pembelajaran kooperatif maka setiap anggota dapat saling melengkapi dan membantu dalam menyelesaikan setiap materi yang diterima sehingga setiap siswa tidak akan merasa terbebani sendiri apabila tidak dapat mengerjakan suatu tugas tertentu.
2.              Karena keberagaman anggota kelompok maka memiliki pemikiran yang berbeda – beda sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari sudut pandang lain untuk melengkapi jawaban yang lain.
3.               Pembelajaran kooperatif cocok untuk menyelesaikan masalah – masalah yang membutuhkan pemikiran bersama.
4.              Dalam pembelajaran kooperatif para paserta didik dapat lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman – temannya.
5.              Dalam pembelajaran kooperatif memupuk rasa pertemanan dan solidaritas sehingga diantara anggotanya akan terjadi hubungan yang positif
6.               Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri. Dapat merangsang motivasi belajar
7.              Ada tempat bertanya
8.              Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.

Adapun kekurangan dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.
1.              Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
2.             Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;
3.              Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan
4.             Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
5.             Karena sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang menerangkan teman maka terkadang agak sulit dimengerti, sebab pengetahuan terbatas.



DAFTAR PUSTAKA


Husni, Jumrida. 2013http://jumridahusni.blogspot.com/2013/06/tipe-tipe-pembelajaran-kooperatif-dan.html. Diakses pada tanggal 25 September 2014.

Tabrani,Khadija. 2012. http://khadijahtabrani.blogspot.com/2012/07/tipe-tipe-pembelajaran-kooperatif.html. Diakses pada tanggal 25 September 2014.
Suprijono, A.2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tanidedja, tukiran, dkk.2013. Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif.Bandung: Alfabeta Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.