A.
Filosofi
Model Pembelajaran Kooperatif
Pada
tahun 1916, John Dewey yang mengajar di Universitas Chicago menetapkan konsep pendidikan
yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan
berfungsi sebagai laboratorium yang berfungsi untuk belajar tentang kehidupan
nyata. Senada dengan hal itu, Herbert Thelar (1954-1969) mengemukakan bahwa
kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan
mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Selanjutnya muncul David
Johnson & Roger Johnson (1994), mereka adalah pencetus teori unggul tentang
pembelajaran kooperatif dengan memberikan pelajaran berdasarkan pengalaman.
Model cooperative learning beranjak dari dasar
pemikiran getting better together yang menekankan pada pemberian
kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk
memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta
keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di
masyarakat.
Teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti
penting model pembelajaran kooperatif yang menekankan bahwa pengetahuan dibangun
dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks
sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka
mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam
konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran
peserta didik.
Vygotsky menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan
melalui interaksi sosial dengan orang lain. Dukungan teori Vygotsky terhadap
model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog
interaktif. Menurut Anita Lie (dalam Suprijono,2012: 56) model pembelajaran ini
didasarkan pada falsafah homo homini
socius. Berlawanan dengan teori Darwis, falsafah ini menekankan bahwa
manusia adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak
akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerja sama merupakan
kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja
sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, dan kehidpan bersama
lainnya. Secara umum tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan yang
disebut Piaget sebagai pengetahuan sosial.
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan
pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendikusikan
masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok
untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi, penekanan
pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk
memodelkan cara berfikir yang sesuai dan saling mengemukakan dan menantang
minskonsepsi-minskonsepsi di antara mereka sendiri merupakan unsur kunci dari
konsepsi Piaget dan Vigotsky tentang perubahan kognitif.
Melalui model cooperative learning, siswa bukan hanya
belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar
mengajar, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus
mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses pembelajaran
dengan model cooperative learning ini mampu merangsang dan menggugah
potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa.
Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang
suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu
akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling
membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan
tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (pear group) dan belajar
secara bekerjasama (cooperative).
B.
Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana dalam sistem
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang
secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam
belajar. (Tukiran: 55)
Pembelajaran
kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak
didik untuk bekerja sama dengan siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif dikenal juga dengan pembelajaran kelompok tetapi
belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok
karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat
kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka hubungan
yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok.
Pada
dasaarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur
kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota kelompok itu sendiri. Cooperative leraning juga dapat diartikan sebagai
suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota
kelompok.
Pendapat
lain menyatakab bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui
interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia
menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi model pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan sebelumnya,
dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu
pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok secara heterogen yang didasari
dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas
pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
C.
Karakteristik
Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Bannet (1991) dan Jacobs (1996) karakteristik pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut :
1)
Saling ketergantungan secara positif
yaitu perasaaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok
tersebut.
2)
Tanggung Jawab Individu
3)
Pengelompokkan secara Heterogen
4)
Ketrampilan-ketrampilan Kolaboratif
5)
Pemrosesan Interaksi Kelompok
berkaitan waktu yang diberikan sebagai kesempatan bagi siswa mendiskusikan
bahgaimana kelompok mereka bekerjasama.
6)
Interaksi Tatap Muka (face-to-face
interaction)
Ciri-ciri
model
pembelajaran kooperatif menurut Stahl (dalam Turkinan: 59) adalah : (1) belajar
bersama dengan teman, (2) selama proses belajar, terjadi tatap muka antar
teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar
dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6)
produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung
pada siswa sendiri, (8) siswa aktif. Senada dengan ciri-ciri tersebu, Johnson
dan Johnson (1984) serta Hilke (1990)
mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : (1) terdapat
saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok, (2) dapat
dipertanggungjawabkan secara individu, (3) heterogen, (4) berbagi kepemimpinan,
(5) berbagi tanggungjawab, (6) menekankan pada tugas dan kebersamaan, (7)
membentuk keterampilan sosial, (8) peran guru/ dosen mengamati proses belajar
siswa, (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.
D.
Analisis Tugas
dari Model Pembelajaran Kooperatif
E.
Komponen Model
Pembelajaran Kooperatif
1.
Sintaks Pembelajaran
Sintakmatik adalah langkah-langkah
tindakan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran. Sintakmatik
merupakan urutan langkah yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam
mengorganisasikan kegiatan pembelajaran sesuai dengan hasil penelitian penemu
sebuah model. Arends (2008:21) menuliskan sintakmatik pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
Tahap 1: Menyampaikan tujuan pembelajaran dan establishing set
Tahap 2: Menyampaikan presentasi
Tahap 3: Membagi siswa ke dalam kelompok kooperatif
Tahap 4: Membimbing kerja kelompok
Tahap 5: Melakukan evaluasi
Tahap 6: Memberikan penghargaan
2.
Sistem Sosial
Sistem sosial di dalam model pembelajaran menjelaskan peran siswa dan
guru, hubungan diantara keduanya serta norma yang mendukungnya dalam
pembelajaran. Model ini menghendaki adanya peran guru sebagai fasilitator dan
pembimbing dalam kegiatan pembelajaran siswa yang kooperatif, guru
merupakan pengendali dalam kegiatan belajar pada setiap tahapnya dan memberikan
penghargaan di akhir pembelajaran.
3.
Prinsip reaksi
Prinsip reaksi dalam model pembelajaran kooperatif terlihat dari kegiatan
siswa yang saling bekerja sama. Siswa berdiskusi saling bahu-membahu
menyelesaikan masalah dalam kelompok.
4.
Sistem Pendukung
Sistem pendukung menjelaskan syarat-syarat yang diperlukan dalam suatu
model. Model kooperatif menghendaki kerja kelompok dengan anggota 4-6 siswa
dengan kemampuan akademik yang merata sehingga dituntut untuk duduk dalam
kelompok. Yang dibutuhkan dari seorang guru dalam pembelajaran kooperatif
adalah perhatian kepada siswa supaya tugas kooperatif berjalan dengan baik.
Siswa duduk dalam kelompok kooperatif dapat digambarkan sebagai berikut:
5.
Dampak Instruksional
Dampak instruksional diperoleh melalui arahan-arahan dalam
pembelajaran. Arends (2008:5) mengungkapkan bahwa dampak yang diperoleh dalam
pembelajaran kooperatif setidaknya untuk mencapai 1) prestasi akademis, 2)
toleransi dan penerimaan terhadap keaneka-ragaman, dan 3) pengembangan
keterampilan sosial. Slavin (2009:33) menambahkan bahwa tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep,
kemampuan, dan pemahaman untuk menjadi anggota masyarakat memiliki kontribusi
yang memadai dalam kehidupan sosial, dengan peningkatan pencapaian prestasi
akademis siswa.
Sumber:widyareinventing
Selanjutnya menurut Heny, komponen dalam model pembelajaran kooperatif
terdiri dari:
a.
Sintaks pembelajaran kooperatif
Fase-fase
|
Perilaku Guru
|
present goals
and set. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
|
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
peserta didik siap belajar.
|
present
information
Menyajikan
informasi
|
Mempresentasikan
informasi kepada paserta didik secara verbal.
|
Organize
students into learning teams
Mengorganisir
peserta didik ke dalam tim – tim belajar
|
Memberikan
penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan
membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
|
Assist team
work and study
Membantu
kerja tim dan belajar
|
Membantu tim-
tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.
|
test on the
materials
Mengevaluasi
|
Menguji
pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau
kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
|
Provide
recognition
Memberikan
pengakuan atau penghargaan
|
Mempersiapkan
cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.
|
b.
Prinsip Reaksi (Principles of
Reactions)
Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana
seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Dalam model pembelajaran
kooperatif, peran guru adalah sebagai berikut.
a) Membangun ikatan emosional, yaitu dengan
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan
pembelajaran.
b) Berperan sebagaipendamping, pembimbing,
fasilitator dan motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan
utama bagi siswa.
c) Harus mampu menciptakan suasana psikologis
yang dapat membangkitkan respon siswa.
d) Menekankan pentingnya bekerjasama secara
kooperatif dalam kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran,
termasuk upaya meningkatkan keterampilan kooperatif siswa.
e) Memberikan bantuan terbatas pada siswa
yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan untuk
membuka wawasan siswa.
c. Sistem Sosial (The Social System)
Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya
proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif pola hubungan antara
guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang
terjadi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain.
Proses pembelajaran lebih berpusat pada siswa (student centered approach)
karena siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan
dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang
belajar sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki sehingga siswa
dapat mengembangkan potensi dirinya. Dengan pembelajaran seperti itu, maka akan
tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
d. Sistem Pendukung (Support System)
Model pembelajaran ini dalam pelaksanaannya memerlukan sarana, bahan, dan
alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga dapat
merubah lingkungan belajar yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan
dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Tetapi tidak memerlukan
fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus
melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai pada saat game tournament,
buku-buku yang menyangkut materi yang dipelajari, Lembar Percobaan, LKS dan
buku penunjang yang relevan.
e. Dampak Instruksional (Intructional
Effect) dan Dampak Pengiring (Nurturant Effect)
1.
Dampak Instruksional (Instruksional
Effect)
Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran
kooperatif, yaitu sebagai berikut.
a) Kemampuan konstruksi pengetahuan
Siswa melakukan
aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah permainan
yang melibatkan siswa sebagai tutor sebaya. Dengan aktivitas semacam ini dan
dilaksanakan secara rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi pengetahuan secara
mandiri akan meningkat.
b) Penguasaan bahan ajar
Informasi
(pengetahuan) dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui aktivitas belajar yang
dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri dapat bertahan
lama dalam memori siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
c) Kemampuan berpikir kritis
Siswa dihadapkan
dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran siswa sehingga kemampuan
berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan optimal.
d) Keterampilan kooperatif
Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan,
jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling
tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini
memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang
sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
2.
Dampak Pengiring (Nurturant
Effect)
Dampak
pengiring yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif , yaitu
sebagai berikut.
a) Minat (interest)
Minat yaitu
kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan
b) Kemandirian atau otonomi dalam belajar
Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa tidak menerima pengetahuan secara pasif dari
gurunya, tetapi siswa berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian
atau otonomi siswa dalam belajar.
c) Nilai (value)
Pada
pembelajaran terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing
individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya
terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.
d) Sikap Positif terhadap suatu mata pelajaran
tertentu
Adanya suasana
persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran, baik dalam mempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan
sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan.
Sumber: Heny Christz
Dari
uraian diatas dapat dismpulkan bahwa komponen-komponen dalam pembelajaran
kooperatif terdiri dari:
a.
Sintaks, yang terdiri dari menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik, menyajikan informasi, mengorganisir peserta didik
ke dalam tim – tim belajar, membantu kerja tim dan belajar, mengevaluasi,
memberikan pengakuan atau penghargaan.
b.
Prinsip Reaksi, terlihat dari kerjasama siswa dalam kelompok
untuk menyelesaikan masalah, dan peran guru disini hanya sebagaipendamping,
pembimbing, fasilitator dan motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber
pengetahuan utama bagi siswa.
c.
Sistem Sosial, terjadi pola hubungan antara guru dan siswa yaitu
terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru
dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain.
d.
Sistem Pendukung, dalam pelakasanaanya memerlukan sarana dan
prasarana yang dapat membantu pelaksanaan model ini.
e.
Dampak Konstruksional yaitu memberikan para siswa pengetahuan,
konsep, kemampuan, dan pemahaman sedangkan
dampak Pengiring yaitu diharapkan siswa dapat memperoleh Minat,
Kemandirian, Nilai dan Sikap Positif siswa dalam pembelajaran.
F.
Tipe- Tipe Model
Pembelajaran Kooperatif
Beberapa
tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan oleh guru diantaranya
sebagai berikut:
1.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Koopertif tipe Jigsaw ini dikembangkan oleh Elliot
Aronson’s. kooperatif tipe jigsaw ini didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelarannya sendiri dan juga pembelajaran orang
lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya.
Dengan demikian siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus
bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Dalam penggunaan kooperatif tipe Jigsaw ini, dibentuk
kelompok-kelompok heterogen beranggotakan 4-6 siswa. Materi pelajaran disajikan
kepada siswa dalam bentuk tes dan setiap siswa bertanggungjawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada
anggota kelompok lainnya ( Arends 2001 ).
Anggota pada kelompok yang berbeda dengan topik yang
sama bertemu untuk diskusi ( antar ahli ), saling membantu satu dengan lainnya
untuk mempelari topik yang diberikan ( ditugaskan ) kepada mereka. Kemudian
siswa tersebut kembali pada kelompok masing-masing (kelompok asal) untuk
menjelaskan kepada teman-teman satu kelompok tentang apa yang telah dipelajari.
Dengan demikian penggunaan tipe Jigsaw terdapat dua jenis kelompok, yakni
kelompok asal dan kelompok ahli.
2.
MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO
STRAY
Model pembelajaran TwoStayTwoStray / Dua
Tinggal Dua Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya.
Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk
berbagi informasi, dikembangkan oleh spencer kagan (1990), dapat
dikombinaksikan atau digabungkan dengan teknik kepala bernomor, dapat
diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur, memungkinkan setiap
kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
a.
Siswa bekerja sama dalam kelompok
yang berjumlah 4 (empat) orang.
b.
Guru memberikan tugas pada setiap
kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama.
c.
Setelah selesai, dua orang dari
masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
d.
Dua orang yang tinggal dalam
kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
e.
Tamu mohon diri dan kembali ke
kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
f.
Kelompok mencocokkan dan membahas
hasil kerja mereka.
g.
Kesimpulan.
Sumber: velta boenika yuwono.
3.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
(MENCARI PASANGAN)
Teknik metode pembelajaran make a match atau
mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan
tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diteraapkan untuk semua mata
pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah-langkah penerapan metode make a match
sebagai berikut:
a.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian
kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
b.
Setiap siswa mendapatkan sebuah
kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
c.
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal
dari kartu yang dipegang.
d.
Setiap siswa mencari pasangan kartu
yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama
tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam
bahasa latin (ilmiah).
e.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan
kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu
jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
g.
Setelah satu babak, kartu dikocok
lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya.
h.
Siswa juga bisa bergabung dengan 2
atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
i.
Guru bersama-sama dengan siswa
membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Sumber: velta boenika yuwono.
4.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD
Tipe Student
Team Achievement Division ( STAD ). Tipe Student Team Achievement
Division ( STAD ) merupakan tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru
yang baru menggunakan pendekatan pembelajaran
kooperatif. Menurut
Slavin (2000), dalam STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat
orang yang hiterogen yakni merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis
kelamin, suku, dan lain-lain.
FASE-FASE
|
TINGKAH LAKU GURU
|
Fase 1-
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
-
Menyampaikan tujuan pembelajaran atau indicator hasil belajar
-
Memotivasi siswa
-
Mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
|
Fase – 2
Menyajikan
informasi
|
- Menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau bacaan
|
Fase – 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
- Menjelaskan kepada siswa cara membentuk
kelompok belajar
- Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar ( setiap kelompok beranggotakan 4-5
orang yang heterogen )
|
Fase – 4
Membeimbing
siswa beklerja dan belajar
|
- Membinmbing kelompok-kelompok belajar
pada saat siswa mengerjakan tugas.
|
Fase – 5
Evaluasi
|
- Mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari atau meminta siswa mampresentasikan
hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi
|
Fase – 6
Memberikan
penghargaan
|
- Memberikan penghargaan kepada siswa
yang berprestasi baik secara individu maupun kelompok.
|
5. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER)
Pembelajaran
kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT
digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau
mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.Langkah-langkah penerapan
tipe NHT:
a.
Guru menyampaikan materi
pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan
dicapai.
b.
Guru memberikan kuis secara
individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c.
Guru membagi kelas dalam beberapa
kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok
diberi nomor atau namA.
d.
Guru mengajukan permasalahan untuk
dipecahkan bersama dalam kelompok.
e.
Guru mengecek pemahaman siswa dengan
menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah
satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f.
Guru memfasilitasi siswa dalam
membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g.
Guru memberikan tes/kuis kepada
siswa secara individual.
h.
Guru memberi penghargaan pada
kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini)
Sumber: Jumrida
Husni, 2013
6.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TAI
Pembelajaran
kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan
keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini
dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
a.
Guru memberikan tugas kepada siswa
untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan
oleh guru.
b.
Guru memberikan kuis secara
individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c.
Guru membentuk beberapa kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang
berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok
terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan
kesetaraan jender.
d.
Hasil belajar siswa secara
individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota
kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
e.
Guru memfasilitasi siswa dalam
membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran
yang telah dipelajari.
f.
Guru memberikan kuis kepada siswa
secara individual.
g.
Guru memberi penghargaan pada
kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari
skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Sumber: Jumrida
Husni, 2013
7.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TPS
Dikemukakan oleh Frank Lyman (1985). Model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan
diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan.
Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk
memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja
sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada kelompok-kelompok kecil
secara kooperatif.
Langkah-langkah pelaksanaan antara lain:
a.
Guru menyampaikan inti materi atau komptensi
yang ingin dicapai.
b.
Siswa diminta untuk berfikir tentang
materi atau permasalahan yang disampaikan guru.
c.
Siswa diminta berpasangan dengan
teman sebelahnya (kelompok dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d.
Guru memimpin pleno kecil diskusi,
tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e.
Berawal dari kegiatan tersebut, guru
mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum
diungkap siswa.
f.
Guru memberikan kesimpulan.
g.
Penutup.
Sumber: Jumrida Husni,
2013
8.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TGT
Pembelajaran
kooperatif tipe TGT adalah suatu pembelajaran dimana setelah kehadiran guru,
siswa pidah kekelompoknya masing-masinguntuk saling membantru menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari materi yang diberikan. Sebagai ganti dari tes
tertulis, setiap siswa akan bertemu seminggu sekali pada meja turnamen dengan
dua rekan dari kelompok lain. Tiga siswa dalam setiap turnamen. Mereka menjawab
satu pertanyaan yang sama, yang telah dibahas bersama-sam dalam kelompomnya.
Dengan cara ini setiap siswa berkesempatan menyumbangkan skor sebanyak-banyaknya
untuk kelompoknya.
Tahap-tahap
(skenario) dalam pembelajaran koopertaif tipe TGT adalah sebagai berikut:Pembentukan kelompok . Kelas dibagi
atas kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4-5 siswa. Perlu
diperhatikan bahwa setiap kelompok mempunyai sifat hiterogen dalam hal jenis
kelamin, kemampuan akademik, dll. Masing-masing kelompok diberi kode, misalnya
I, II, III, dan seterusnya. Sebelum materi pelajaran diberikan , kepada siswa
dijelaskan bahwa mereka akan bekerjasama dalam kelompok selama beberapa minggu
dan memainkan permainan akademik untuk menambah poin bagi nilai kelompok
mereka, dan bahwa kelompok yang nilainya tinggi akan mendapatkan penghargaan.
Pemberian materi. Materi pelajaran mula-mula diberikan
melalui presentasi kelas, berupa pengajaran langsungatau diskusi bahan
pelajaran yang dilakukan guru, menggunakan audiovisual. Materi pengajaran dalam
TGT dirancang khusus untuk menunjang pelaksanaan turnamen. Materi ini dapat
dibuat sendiri dengan jalan mempersiapkan lembaran kerja siswa.
Belajar kelompok. Kepada masing-masing kelompok
diberikan LKS yang telah disediakan untuk di selesaikan.fungsi utama kelompok
ini adalah memastikan semua anggota kelompok belajar, dan lebih khusus lagi
untuk menyiapkan anggotanya agar dapat mengerjakan soal-soal latihan yang akan
dievaluasi melalui turnamen. Setelah guru memberikan materi I, kelompok
bertemu untuk mempelajari lembar kerja dan materi lainnya. Dalam belajar
kelompok, siswa diminta mendiskusikan masalah secara bersama-sama,
membandingkan jawabannya, dan mengereksi miskonsepsi jika teman satu kelompok
membuat kesalahan.
Turnamen. Turnamen dapat dilaksanakan tiap bulan aatau tiap
akhir pokok bahasan. Untuk melaksanakan turnamen, langkahnya adalah sebagai
berikut :
Membentuk meja turnamen disesuaikan dengan banyaknya siswa pada setiap kelompok.Menentukan rangking ( berdasrkan kemampuan ) setiap siswa pada masing-masing kelompok.Menetapkan siswa dengan rangking yang sama pada meja yang sama.Masing-masing siswa pada meja turnamen bertanding untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya.Skor siswa dari masing-masing kelompok dikumpulkan, dan ditentukan kelompok yang mempunyai jumlah kumulatif tertinggi sebagai pemenang pertandingaan.
Membentuk meja turnamen disesuaikan dengan banyaknya siswa pada setiap kelompok.Menentukan rangking ( berdasrkan kemampuan ) setiap siswa pada masing-masing kelompok.Menetapkan siswa dengan rangking yang sama pada meja yang sama.Masing-masing siswa pada meja turnamen bertanding untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya.Skor siswa dari masing-masing kelompok dikumpulkan, dan ditentukan kelompok yang mempunyai jumlah kumulatif tertinggi sebagai pemenang pertandingaan.
Skor individu. Skor individu adalah skor yang diperoleh
masing-masing anggotadalam teks akhir.
Skor kelompok. Skor kelompok diperoleh dari
rata-rata nilai perkembanmgan anggota kelompok. Nilai perkembangan adalah nilai
yang diperoleh oleh masing-masing siswa dengan membandingkan skor pada tes awal
dengan skor pada tes akhir. Perhitungan nilai perkembangan sama dengan pada
tipe STAD.
Penghargaan. Segera setelah turnamen, hitunglah nilai kelompok dan
siapkan sertifikat kelompok untuk menghargai kelompok yang bernilai tinggi.
Keberhasilan nilai kelompok dibagi dalam tiga tingkatan penghartgaan, sama
seperti pada tipe STAD.
9. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE PICTURE AND PICTURE
Sesuai dengan
namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu
dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga
pembelajaran menjadi bermakna.
Langkah-langkah
pelaksanaannya:
a.
Guru menyampaikan kompetensi yang
ingin dicapai.
b.
Menyajikan materi sebagai pengantar.
c.
Guru menunjukkan atau memperlihatkan
gamabar-gambar kegiatan yang berkaitan dengan materi.
d.
Guru menunjuk atau memanggil siswa
secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar menjadi urutan yang logis.
e.
Guru menanyakan alasan/ dasar pemikiran
urutan gambar tersebut.
f.
Dari alasan/ urutan gambar tersebut
guru mulai menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai.
g.
Kesimpulan.
Sumber: Jumrida
Husni, 2013
10.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE GROUP INVESTIGATION
Dikembangkan oleh Sharan (1992), dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Guru membagi kelas dalam beberapa
kelompok heterogen.
b.
Guru menjelaskan maksud pembelajaran
dan tugas kelompok.
c.
Guru memanggil ketua kelompok dan
setiap kelompok mendapat tugas satu materi atau tugas yang berbeda dari
kelompok lain.
d.
Masing-masing kelompok membahas
materi yang ada secara kooperatif yang bersifat penemuan.
e.
Setelah selesai diskusi juru bicara
kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok.
f.
Guru memebrikan penjelasan singkat
sekaligus memberikan kesimpulan.
g.
Evaluasi.
h.
Penutup.
Sumber: Jumrida
Husni, 2013
G.
Kelebihan Dan Kekurangan Dari
Model Pembelajaran Kooperatif
Adapun
kelebihan dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.
Dengan pembelajaran kooperatif maka
setiap anggota dapat saling melengkapi dan membantu dalam menyelesaikan setiap
materi yang diterima sehingga setiap siswa tidak akan merasa terbebani sendiri
apabila tidak dapat mengerjakan suatu tugas tertentu.
2.
Karena keberagaman anggota kelompok
maka memiliki pemikiran yang berbeda – beda sehingga pemikirannya menjadi luas
dan mampu melihat dari sudut pandang lain untuk melengkapi jawaban yang lain.
3.
Pembelajaran kooperatif cocok untuk
menyelesaikan masalah – masalah yang membutuhkan pemikiran bersama.
4.
Dalam pembelajaran kooperatif para
paserta didik dapat lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bekerja
sama dengan teman – temannya.
5.
Dalam pembelajaran kooperatif
memupuk rasa pertemanan dan solidaritas sehingga diantara anggotanya akan
terjadi hubungan yang positif
6.
Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri. Dapat merangsang
motivasi belajar
7.
Ada tempat bertanya
8.
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan
peristiwa lain yang mudah diingat.
Adapun kekurangan dari model
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
Kelemahan
pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern)
dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.
1.
Guru harus
mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak
tenaga, pemikiran dan waktu;
2.
Agar proses
pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat
dan biaya yang cukup memadai;
3.
Selama kegiatan
diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang
dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, dan
4.
Saat diskusi kelas,
terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain
menjadi pasif.
5.
Karena sebagian pengetahuan didapat
dari teman dan yang menerangkan teman maka terkadang agak sulit dimengerti,
sebab pengetahuan terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://allforedu.blogspot.com/2012/06/karakteristik-pembelajaran-kooperatif.html. Diakses pada
tanggal 25 September 2014.
Christz ,Heny http://heny-christz.blogspot.com/2011/11/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-tgt.html. Diakses pada
tanggal 25 September 2014.
Husni, Jumrida.
2013http://jumridahusni.blogspot.com/2013/06/tipe-tipe-pembelajaran-kooperatif-dan.html. Diakses pada
tanggal 25 September 2014.
Tabrani,Khadija. 2012. http://khadijahtabrani.blogspot.com/2012/07/tipe-tipe-pembelajaran-kooperatif.html. Diakses pada
tanggal 25 September 2014.
Suprijono, A.2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tanidedja, tukiran, dkk.2013. Model-model Pembelajaran Inovatif dan
Efektif.Bandung: Alfabeta Bandung
Widyareinventing.http://widyareinventing.blogspot.com/2011/12/model-pembelajaran-kooperatif_25.html. Diakses pada
tanggal 25 September 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar