PENERAPAN PEMBELAJARAN VAN HIELE PADA MATERI GEOMETRI DI SEKOLAH
DASAR
Oleh
Hadi Kasmaja DS1
Andi Yunarni2
Yusuf Hidayat3
ABSTRAK
Geometri menempati posisi khusus dalam
kurikulum matematika sekolah, karena banyaknya konsep yang termuat di dalamnya
dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya geometri mempunyai
peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang
matematika yang lain, namun bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil
belajar geometri masih rendah. Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan
dalam memahami materi geometri. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan siswa dalam
belajar geometri tersebut, cara yang dapat ditempuh adalah penerapan teori van
Hiele.
Kata Kunci:
pembelajaran, geometri, teori van Hiele.
A.
Pendahuluan
Matematika
merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap jenjang pendidikan.
Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita harus diselesaikan dengan
menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur, dan lain-lain. Oleh
karena itu, matematika sebagai salah satu ilmu dasar memiliki peranan penting
dalam mencerdaskan siswa karena dapat menumbuhkan kemampuan penalaran yang
sangat dibutuhkan dalam perkembangan ilmu dan teknologi.
Dalam
pembelajaran matematika di sekolah matematika dibagi atas beberapa sub
pelajaran, diantaranya sub mata pelajaran geometri. Peranan geometri dalam
pelajaran matematika sangat kuat, bukan saja geometri hanya membina proses
berpikir akan tetapi juga sangat mempengaruhi materi pelajaran lain dalam
matematika. Namun pelajaran geometri termasuk pelajaran matematika yang sulit
dan kurang disenangi oleh siswa sehingga hasil tes geometri siswa kurang
memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain, hal ini
dikarenakan siswa mengalami kesulitan didalam memahami konsep-konsep geometri.
Untuk
menyelesaikan masalah pelajaran dalam geometri, maka siswa harus terlebih
dahulu memahami konsep atau sifat-sifat dari geometri sehingga mudah dipahami
dan tidak terjadi kesalahan. Agar konsep-konsep geometri dapat dipahami siswa
secara benar maka dapat dimanfaatkan hasil penelitian Van Hiele (seorang guru
bangsa Belanda) yaitu mengenai tahap-tahap pemahaman siswa dalam geometri.
Dengan
melihat kedudukan matematika dalam perkembangan pengetahuan dan teknologi, maka
terdapat banyak cara yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
matematika. Dalam kegiatan belajar mengajar pendidik harus memiliki strategi
agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efesien, sehingga anak didik
diharapkan dapat menguasai konsep-konsep dan aturan-aturan dari materi serta
mampu menghubungkan materi yang baru diterimanya dengan apa yang telah
dipelajarinya.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis mencoba mengkaji penerapan teori belajar Van Hiele
dalam pembelajaran geometri.
B. Pengertian dan Makna Belajar
Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini akan diawali
dengan mengemukakan beberapa definisi atau pengertian dari belajar. Ada
beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut;
a. Cronbach memberikan definisi : Learning is shown by
a change in behavior as a result of experience.
b. Harold Spears memberikan batasan : Learning is to
observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow
direction.
c. Geoch, mengatakan: Learning is a change in formance as
a result of practice.
Dari ketiga definisi diatas, maka dapat
diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkain kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik,
kalau si subjek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat
verbalistik (Sardiman 2010:20).
Selanjutnya
R. Gagne (Djamarah 2002: 22) berpendapat bahwa “Belajar didefenisikan sebagai
suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, dan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman”. Dalam belajar
tujuan kegiatanya adalah perubahan tingkah laku baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek dari
orang yang belajar. Hilgard dan Marquis (Sagala 2003:
13) berpendapat bahwa “Belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam
diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi
perubahan dalam diri”.
Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses
perubahan diri yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan sikap
yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
C. Pengertian Pembelajaran
Matematika
Pembelajaran
merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik, dimana
pendidik membantu peserta didik dalam memproleh ilmu dan pengetahuan, serta
pembentukan sikap dan moral. Dalam pembelajaran diperlukan kegiatan psikologis
seperti mengabstrasikan dan mengaplikasikan merupakan kegiatan memahami cara
pengelompokan objek atau situasi berdasarkan kesamaannya.
Sagala
(2003: 61) mengatakan bahwa “Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,
mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid”. Tim MKPBM (2001: 8) mengatakann bahwa
“ Pembelajaran merupakan upaya menataan lingkungan yang memberi nuansa agar
program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal”.
James
dan James (Karso dkk 1993: 2) mengatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep – konsep yang berhubungan
satu dengan lainnya, dengan jumlah yang banyaknya terbagi dalam tiga
bidang,yaitu Aljabar,Geometri, dan Analisis”. Kline (Tim MKPBM 2001: 19)
mengatakan bahwa “ Matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematik itu terutama membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses interaksi antara
pendidik dengan peserta didik sehingga terjadi perubahan tingkah laku peserta
didik, yang membawa kepada pemahaman tentang ide–ide abstrak terorganisir
secara sistematis.
D.
Model Pembelajaran
Model
pembelajaran merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran yang digunakan sebagai
salah satu sarana untuk membantu proses kegiatan belajar mengajar menjadi lebih
mudah dan lebih efektif melalui langkah-langkah yang tepat bagi guru untuk
mencapai tujuan. Model pembelajaran mempunyai cirri-ciri yang tidak di punyai
oleh strategi maupun metode pembelajaran. Ada empat cirri khusus model
pembelajaran yaitu (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh
penciptanya, (2) tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, (3) tingkah laku
mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil, dan (4) lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.
Model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran (Kokom Komalasari 2010:57). Model
pembelajaran harus dipahami guru sehingga mampu melaksanakan pembelajaran
secara efektif dalam meningkatkan hasil belajar. Penerapannya pun harus
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model
pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, cara penerapan, dan cirri yang
berbeda-beda. Model pembelajaran menurut Dahlan dalam Isjoni (2011 : 49), dapat
diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan member petunjuk kepada pengajar
kelas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
model pembelajaran yang digunakan dalam masalah ini adalah model pembelajaran
Van Hiele. Model ini digunakan untuk membantu proses pembelajaran secara
efektif sehingga keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran (hasil
belajar) dapat tercapai.
E.
Model Pembelajaran Van Hiele
Model pembelajaran Van Hiele
merupakan model yang didasarkan pada teori belajar Van Hiele dalam mata
pelajaran matematika, khususnya geometri. Teori belajar matematika ini
dicetuskan oleh dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda, yaitu Pierre Van
Hiele dan isterinya yaitu Dian Van Hiele-Geldo yang mengajukan suatu teori
mengenai proses perkembangan kognitif yang dilalui siswa dalam mempelajari
geometri pada tahun 1957 samapi 1959. Van Hiele mengemukakan bahwa ada tiga
unsure utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode
pengajaran yang diterapkan. Bila ketiganya ditata secara terpadu dapat
berakibat pada meningkatnya kemampuan berpikir peserta didik kepada tahap yang
lebih tinggi.
Dalam memahami geometri terdapat
lima tahapan yaitu tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi.
Penjabaran lima tahapan pemahaman geometri tersebut adalah:
1.
Tahap Pengenalan
Pada tingkat ini, siswa memandang bangun geometri sebagai suatu
keseluruhan.Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan sifat-sifat dari
masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah
mengenal nama suatu bangun, siswa belum mengamati cirri-ciri dari bangun itu.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegi
panjang, tetapi ia belum menyadari sifat-sifat dari bangun persegi panjang
tersebut. Jadi guru harus memahami karakter anak pada tahap pengenalan, anak
belum mampu diajarkan sifat-sifat bangun geometri tersebut, karena anak ana
menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.
2. Tahap Analisis
Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari
bangun geometri, tidak demikian pada tahap analisis. Pada tahap ini anak sudah
dapat memahami sifat-sifat dari bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal
sifat-sifat bangun geometri, seperti sebuah persegi banyak sisinya ada 4 buah.
Anak pada tahap analisi belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara
suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3. Tahap pengurutan
Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih mengingkat
lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta
sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang
terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri yang lainnya. Anak
yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri.
Misalnya persegi adalah persegi panjang sebab mempunyai semua sifat persegi
panjang, karena persegi juga memiliki cirri-ciri persegi panjang.
4. Tahap Deduksi
Pada tahap ini anak sudah mampu memahami deduksi, yaitu
mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif
yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke khusus. Sebagai
contoh untuk menentukan bahwa jumlah sudut segitiga dari bangun persegi
panjang. Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsure-unsur
yang tidak didefinisikan.
5. Tahap Akurasi
Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan
dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, anak pada
tahap ini sudah mengetahui dalil yang mendasari bahwa jumlah sudut-sudut
segitiga adalah 180 derajat. Tahap akurasi merupakan gtahap tertinggi dalam
memahami geometri.
Siswa dalam mempelajari geometri akan memahami secara efektif
apabila pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa atau
kemampuan berpikir kognitif siswa. Hal ini sesuai dengan Jean Peaget dalam
teori perkembangan kognitif mental anak atau teori tingkat perkembangan
berpikir anak, bahwa periode operasional formal dimulai dari usia dua belas
tahun sampai dewasa. Sesuai hal tersebur berarti siswa sekolah dasar menempati
periode operasional konkret. Tahapan Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang
lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui
pilihan-pilihan yang tepat. Anak-anak sendiri yang akan menentukan kapan
saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikiann, siswa
tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, muncul model
pembelajaran Van Hiele yang ditetapkan dalam fase-fase pembelajaran yang
menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran untuk mencapai
tujuan itu. Fase-fase pembelajarab tersebut adalah fase inkuiri (informasi),
fase orientasi berarah, fase uraian, fase orientasi bebas dan fase integrasi.
1. Fase Inkuiri (Informasi).
Dengan Tanya jawab antara guru dengan siswa, disampaikan
konsep-konsep awal tentang materi yang akan dipelajari. Guru mengajukan
informasi baru dalam setiap pertanyaan yang dirancang secermat mungkin agar
siswa dapat menyatakan kaitan-kaitan konsep-konsep awal dengan materi yang akan
dipelajari. Bentuk pertanyaan diarahkan pada konsep yang telah dimiliki
siswa.Informasi dari Tanya jawab tersebut memberikan masukan bagi guru untuk
menggali tentang perbendaharaan bahasa
dan interpretasi atas konsepsi-konsepsi
awal siswa untuk memberikan materi selanjutnya, dipihak siswa, siswa mempunyai
gambaran tentang arah belajar selanjutnya.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan yang
menemukan, apapun materi yang diajarkannya siklus inkuiri secara umum terdiri
dari; proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, siswa belajar
menggunakan keterampilan berpikir kritis, observasi, mengajukan dugaan,
bertanya, mengumpulkan data, dan menyimpulkan (Sofan Amri 2010:29).
2. Fase Orientasi berarah
Sebagai refleksi dari fase 1, siswa meneleliti materi pelajaran
melalui bahan ajar yang ditancang guru. Guru mengarahkan siswa untuk meneliti
objek-objek yang dipelajari. Kegiatan mengarahkan merupakan rangkaian tugas
singkat untuk memperoleh respon-respon khusus siswa. Misalnya guru meminta
siswa mengamati bangun-bangun geometris yang ada disekitarnya yang berbentuk
segi empat. Siswa diminta mengelompokkan jenis segiempat, sesuai dengan
jenisnya. Aktivitas belajar ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar aktif
mengeksplorasi sifat-sifat bangun yang dipelajari. Fase ini bertujuan untuk
mengarahkan dan membimbing eksplorasi siswa sehingga menemukan konsep-konsep
khusus daribangun-bangun geometri.
3. Fase Uraian.
Pada fase ini, siswa diberi motivasi untuk mengemukakan
pengalamannya tentang struktur bangun yang diamati menggunakan bahasa sendiri.
Sejauh mana pengalamannya bisa diungkapkan, mengekspresikan dan merubah atau
menghapus pengetahuan intuitif siswa yang tidak sesuai dengan struktur bangun
yang diamati. Pada fase pembelajaran ini, guru membawa onjek-objek ke tahap
pemahaman melalui diskusi antar siswa dalam menggunakan ketepatan bahasa dengan
menyatakan sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun-bangun yang dipelajari.
4. Fase Orientasi bebas
Pada fase ini siswa dihadapkan dengan tugas-tugas yang lebih
kompleks. Siswa ditantang dengan situasi masalah kompleks. Siswa diarahkan
untuk belajar memecahkan masalah dengan cara siswa sendiri sehingga siswa akan
semakin jelas melihat hubungan-hubungan antar sifat-sifat suatu bangun. Jadi
siswa ditantang untuk mengelaborasi sintesis dari penggunaan konsep-konsep dan
relasi-relasi yang telah dipahami sebelumnya
5. Fase integrasi
Padafase ini, guru merancang pembelajaran agar siswa membuat
ringkasan tenatng kegiatan yang sudah dipelajari. Tujuan kegiatan belajar fase
ini adalah menginterpretasikan pengetahuan dari apa yang telah diamati dan
didisusikan. Peran guru adalah membantu penginterpretasian pengetahuan siswa
dengan meminta membuat refleksi dan mengklarifikasi pengetahuan geometri siswa,
serta menguatkan tekanan pada penggunaan struktur matematika.
F. Manfaat teori belajar Van Hiele
Bansu
Ansari (2009: 39) mengemukakan bahwa teori yang diterapkan Van Hiele lebih kecil
ruang lingkupnya dibandingkan dengan teori belajar yang lainnya karena Van
Hiele hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri. Namun demikian terdapat
beberapa hal yang dapat diambil manfaat teori belajar Van Hiele yaitu :
a.
Guru
dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkebangan kognitif siswa di SD,
dalam hal ini guru dapat mengetahui mengapa seorang siswa tidak memahami bahwa
persegi itu merupakan persegipanjang karena siswa tersebut tahap berpikirnya
masi berada pada tahap analisis kebawah dan belum sampai pada tahap
pengurutan.
b.
Agar
siswa dapat memahami geometri maka pengajarannya harus disesuaikan dengan tahap
berpikir siswa, sehingga jangan sekali-kali memberikan pelajaran yang berada
diatas tahap berpikirnya.
c.
Agar
topik pelajaran pada materi geometri dapat dipahami siswa dengan baik, maka
topik pelajaran tersebut dapat dipelajari berdasarkan urutan tingkat
kesukarannya dan dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat
yang paling rumit dan kompleks.
G. Penutup
Untuk membantu
mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari geometri diperlukan suatu strategi,
metode dan bahkan teori pembelajaran yang sesuai. Salah satu metode yang telah
dipercaya dapat membangun pemahaman siswa dalam belajar geometri adalah
penerapan teori van Hiele. Hal ini senada dengan beberapa hasil penelitian yang
telah membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele memberikan dampak yang
positif dalam pembelajaran geometri. Suatu karakteristik tingkat berpikir van Hiele adalah
bahwa kecepatan untuk berpindah dari suatu tingkat ke tingkat berikutnya lebih
banyak dipengaruhi oleh aktivitas dalam pembelajaran. Dengan demikian, pengorganisasian pembelajaran, isi, dan materi
merupakan faktor penting. Guru memegang peran penting dalam mendorong kecepatan
melalui suatu tingkatan. Tingkat berpikir yang lebih tinggi hanya dapat dicapai
melalui latihan-latihan yang tepat, bukan melalui ceramah semata. Dengan demikian,
pemilihan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan tahap berpikir siswa mutlak
diperlukan untuk membantu siswa mencapai tahap berpikir yang lebih tinggi.
Daftar Rujukan
Amri, Sofan dan Iif Khoiru Ahmadi.2010.Proses
Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka
Anne, T.. 1999.
The van Hiele Models of Geometric Thought. (Online)
(Http://euler.slu.edu/teach_material/van_hiele_model_of_geometry.html, diakses 22 September 2013).
Bekti, susilo.1999. Kegiatan mengajar
belajar berpandu pada model van hiele untuk meningkatkan tahap berpikir siswa
dari tahap visualisasi ke analitik. Makalah tidak tidak dipublikasikan. PPs
IKIP Surabaya
Burger, W.F.
& Shaughnessy, J.M.. 1986. Characterizing the van Hiele Levels of
Development in Geometry. Journal for Research in Mathematics Education.
17(I):31-4.
Crowly, L. Mary. 1987. The Van Hiele Model of The
Development of Geometric Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp. 1 – 16. NCTM, USA.
Gutierrez, A., Jaime, A. dan Fortuny, J.M.. 1991. An Alternative
Paradigm to Evaluate The Acquisition of The van Hiele Levels. Journal for
Research in Mathematics Education. 22 (3): 237-257.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual
: Konsep dan Aplikasi. Bandung : PT Refika Aditama.
Sardiman, A.M. 2010. Interaksi dan Motivasi
Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.