Tujuan dari Mappaccing adalah
untuk membersihkan jiwa dan raga calon pengantin, sebelum mengarungi bahtera
rumah tangga.
Sekalipun Mappacci bukan
merupakan suatu kewajiban agama dalam Islam, tapi mayoritas ulama di daerah
Bugis-Makassar menganggapnya sebagai sennu-sennungeng ri decengnge
(kecintaan akan kebaikan). Adapun makna filosofis dari beberapa benda yang
digunakan dalam mappacing adalah sebgai berikut :
1. Di depan calon pengantin, diletakkan sebuah
bantal yang sering ditafsirkan dan dianggap sebagai simbol kehormatan.
Bantal sering diidentikkan dengan kepala, yang menjadi titik sentral bagi
aktivitas manusia. Diharapkan dengan simbol ini, calon pengantin lebih mengenal
dan memahami akan identitas dirinya, sebagai mahluk yang mulia dan memiliki
kehormatan dari Sang Pencipta.
2. Di atas bantal, biasanya diletakkan sarung sutera yang jumlahnya tersusun dengan
bilangan ganjil. Sebagian ulama menyamakan susunan sarung sutera ganjil, dengan
Hadis Nabi Saw yang yang berbunyi; “innallaha
witrun yuhibbul witro = Allah itu ganjil dan suka yang ganjil”.
(a)Sarung sendiri ditafsirkan sebagai
sifat istikamah atau ketekunan. Sifat istiqamah sendiri, telah dipraktikkan
oleh sang pembuat sarung sutera. Tiap hari, mereka harus menenun dan menyusun
sehelai demi sehelai benang, hingga menjadi sebuah sarung yang siap pakai.
Dengan sikap istiqamah atau ketekunan ini, diharapkan calon pengantin dapat
mengambil pelajaran dan hikmah dari sang pembuat sarung sutera untuk diamalkan
dalam kehidupan rumah tangga.
(b) Terkadang juga, sarung dianggap
sebagai simbol penutup aurat bagi masyarakat Bugis-Makassar. Jadi, diharapkan
agar calon mempelai perempuan senantiasa menjaga harkat dan martabatnya, tidak
menimbulkan rasa malu (siri’) di tengah-tengah masyarakat kelak. Fungsi utama
sarung sebagai penutup aurat (aib), demikian pula halnya suami-isteri. Istri
adalah pakaian dari suami, dan suami merupakan pakaian bagi istri (saling
membutuhkan, saling bergantung), sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an: “hunna libasul lakum wa antum
libasul lahunna” (QS. Albaqarah:187), Artinya “mereka itu
istri-istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu pun selaku suami adalah pakaian
dari mereka”.
(c) Biasanya terdiri
dari tujuh lembar sarung mengandung makna kebenaran, tuju dalam bahasa
bugis berarti benar, mattujui berarti berguna. Berdasarkan pengertian
ini, para keluarga calon mempelai mengharapkan setelah melangsungkan
perkawinan, pada hari-hari mendatang keduanya berguna bagi dirinya sendiri,
maupun terhadap keluarga dan orang lain.
3. diatas sarung sutera diletakkan daun pisang. Pisang adalah simbol serbaguna
karena seluruh bagian dari pohon pisang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pisang
merupakan tanaman produktif karena sekali kita menanam pisang, akan tumbuh dan
berkembang, patah tumbuh hilang berganti. Sama halnya dengan manusia hidup dan
berkembang dari generasi ke generasi melalui perkawinan.
memiliki makna yang mendalam bagi manusia pada umumnya. Salah
satu sifat dari pisang adalah tidak akan mati atau layu sebelum muncul tunas
yang baru. Hal ini selaras dengan tujuan utama pernikahan, yaitu; melahirkan
atau mengembangkan keturunan. Karakter lain dari pisang, yaitu; satu pohon
pisang, dimungkinkan untuk dinikmati oleh banyak orang. Dengan perkawinan,
diharapkan calon pengantin berguna dan membawa mampaat bagi orang banyak.
4. Diatas daun pisang, terkadang
diletakkan daun nangka. Daun nangka
tentu tidak memiliki nilai jual, tapi menyimpan makna yang maendalam. Anregurutta di Bone pernah berkata
dalam bahasa Bugis; Dua mitu ri yala sappo ri
lalenna atuwongnge, iyanaritu; unganna panasae (lempuu) sibawa belo belona
kanukue (paccing). Maksudnya,
dalam mengarungi kehidupan dunia, ada dua sifat yang harus kita pegang, yaitu;
Kejujuran dan Kesucian. Jadi, dalam mengarungi bahtera rumah tangga, calon
pengantin senantiasa berpegang pada kejujuran dan kebersihan yang meliputi
lahir dan batin. Dua modal utama inilah yang menjadi pegangan penting, bagi
masyarakat Bugis-Makassar dalam mengarungi bahtera rumah tangga. ”Itulah
mengapa upacara ’Mappacci’ atau mensucikan diri menjadi sesuatu yang harus
dijalani dalam mengawali prosesi pernikahan Bugis-mks.
Daun nangka. Nangka adalah simbol cita-cita, dalam bahasa Bugis
disebut ‘panasa’ yang mengandung makna mamminasa, yang
memiliki arti tekad dan cita-cita.
5. Diatas daun
pisang, terkadang juga diletakkan gula merah
dan kelapa muda. Dalam tradisi masyarakat Bugis-Makassar, menikmati kelapa
muda, terasa kurang lengkap tanpa adanya gula merah. Sepertinya, kelapa muda
sudah identik dengan gula merah untuk mencapai rasa yang nikmat. Seperti itulah
kehidupan rumah tangga, diharapkan suami-istri senantiasa bersama, untuk saling
melengkapi kekurangan dan menikmati pahit manisnya kehidupan duniawi.
6. Daun paccing/pacar adalah simbol kebersihan atau kesucian karena daun pacci itu
digunakan sebagai pemerah kuku atau penghias kuku, belo-belo kanuku.
Sebagaimana yang tercantum dalam pantun Bugis tadi yang berbunyi “DUA MI
UWALA SAPPO, BELO NA KANUKUE, UNGANNA PANASAE”. Terjemahan bebasnya : hanya
dua kujadikan perisaiku yaitu pacci (kesucian) dan lempu’(kejujuran).
Peribahasa ini berlaku bukan hanya dalam hal pernikahan, tetapi hadir dalam
setiap dimensi kehidupan masyarakat Bugis.
7. Benno ditaruh dalam sebuah
piring/mangkok dan diletakkan berdekatan dengan tempat daun pacci. Benno
memiliki makna agar calon mempelai nantinya setelah berumah tangga dapat
berkembang dan berketurunan yang dilandasi cinta kasih, penuh kedamaian dan
kesejahteraan.
8. Terakhir, Mappacci juga dilengkapi
dengan lilin sebagai simbol penerangan dan pengabdian (sebagi seoarng istri-meninggalkan masa lajang);
digunakan sewaktu gelap sebagai penerang dan sebagai simbol pengabdian terhadap
keluarga, masyarakat, agama, bangsa, dan negara.
9. Tabur beras, beras adalah makanan pokok melambangkang kesejahteraan dan
kesuburan, kuning dilambangkan emas; kemulian, tabur beras di simbolkan sebagai
harapan agar mempelai wanita mendapatkan berkah kesejahteraan dalam beruma
tangga.
Demikian penjelasan filosofis dari beberapa benda/peralatan yang
mengiringi proses mappaccing. walau kadang masih banyak lagi peralatan yang biasa dipakai masyarakat sesuai adat dan kebiasaan mereka, namun secara umum peralatan yang saya sebutkan diatas, standar yang sering digunakan dibebrapa daerah bugis-makassar.
mantap penjelasannya walaupun masih ada yg belum.disajikan ttg tata cara mappacci dan knpa org mappacci manaruh ditgn calon pengantin
BalasHapusTerima kasih masukannya Pak. Insya Allah lain waktu sy lengkapi.
Hapusmasyaallah..jazakillah khairan katsiran...sangat lengkap dan bisa dijadikan referensi...semoga berkah ilmuta dan menjadi amal jariyah...aamiin allahumma amin
BalasHapusAlhamdulillah. Aamiin ya Rabb.. Terima kasih.
Hapus