Rabu, 21 November 2018

Makna Filosofis Mappaccing



Tujuan dari Mappaccing adalah untuk membersihkan jiwa dan raga calon pengantin, sebelum mengarungi bahtera rumah tangga.
Sekalipun Mappacci bukan merupakan suatu kewajiban agama dalam Islam, tapi mayoritas ulama di daerah Bugis-Makassar menganggapnya sebagai sennu-sennungeng ri decengnge (kecintaan akan kebaikan). Adapun makna filosofis dari beberapa benda yang digunakan dalam mappacing adalah sebgai berikut :
1.    Di depan calon pengantin, diletakkan sebuah bantal yang sering ditafsirkan dan dianggap sebagai simbol kehormatan. Bantal sering diidentikkan dengan kepala, yang menjadi titik sentral bagi aktivitas manusia. Diharapkan dengan simbol ini, calon pengantin lebih mengenal dan memahami akan identitas dirinya, sebagai mahluk yang mulia dan memiliki kehormatan dari Sang Pencipta.

2.    Di atas bantal, biasanya diletakkan sarung sutera yang jumlahnya tersusun dengan bilangan ganjil. Sebagian ulama menyamakan susunan sarung sutera ganjil, dengan Hadis Nabi Saw yang yang berbunyi; “innallaha witrun yuhibbul witro = Allah itu ganjil dan suka yang ganjil”
(a)Sarung sendiri ditafsirkan sebagai sifat istikamah atau ketekunan. Sifat istiqamah sendiri, telah dipraktikkan oleh sang pembuat sarung sutera. Tiap hari, mereka harus menenun dan menyusun sehelai demi sehelai benang, hingga menjadi sebuah sarung yang siap pakai. Dengan sikap istiqamah atau ketekunan ini, diharapkan calon pengantin dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari sang pembuat sarung sutera untuk diamalkan dalam kehidupan rumah tangga.
(b) Terkadang juga, sarung dianggap sebagai simbol penutup aurat bagi masyarakat Bugis-Makassar. Jadi, diharapkan agar calon mempelai perempuan senantiasa menjaga harkat dan martabatnya, tidak menimbulkan rasa malu (siri’) di tengah-tengah masyarakat kelak. Fungsi utama sarung sebagai penutup aurat (aib), demikian pula halnya suami-isteri. Istri adalah pakaian dari suami, dan suami merupakan pakaian bagi istri (saling membutuhkan, saling bergantung), sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an: hunna libasul lakum wa antum libasul lahunna” (QS. Albaqarah:187), Artinya “mereka itu istri-istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu pun selaku suami adalah pakaian dari mereka”.
(c) Biasanya terdiri dari tujuh lembar sarung mengandung makna kebenaran, tuju dalam bahasa bugis berarti benar, mattujui berarti berguna. Berdasarkan pengertian ini, para keluarga calon mempelai mengharapkan setelah melangsungkan perkawinan, pada hari-hari mendatang keduanya berguna bagi dirinya sendiri, maupun terhadap keluarga dan orang lain.
3.    diatas sarung sutera diletakkan daun pisang. Pisang adalah simbol serbaguna karena seluruh bagian dari pohon pisang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pisang merupakan tanaman produktif karena sekali kita menanam pisang, akan tumbuh dan berkembang, patah tumbuh hilang berganti. Sama halnya dengan manusia hidup dan berkembang dari generasi ke generasi melalui perkawinan.
memiliki makna yang mendalam bagi manusia pada umumnya. Salah satu sifat dari pisang adalah tidak akan mati atau layu sebelum muncul tunas yang baru. Hal ini selaras dengan tujuan utama pernikahan, yaitu; melahirkan atau mengembangkan keturunan. Karakter lain dari pisang, yaitu; satu pohon pisang, dimungkinkan untuk dinikmati oleh banyak orang. Dengan perkawinan, diharapkan calon pengantin berguna dan membawa mampaat bagi orang banyak.

4.    Diatas daun pisang, terkadang diletakkan daun nangka. Daun nangka tentu tidak memiliki nilai jual, tapi menyimpan makna yang maendalam. Anregurutta di Bone pernah berkata dalam bahasa Bugis; Dua mitu ri yala sappo ri lalenna atuwongnge, iyanaritu; unganna panasae (lempuu) sibawa belo belona kanukue (paccing). Maksudnya, dalam mengarungi kehidupan dunia, ada dua sifat yang harus kita pegang, yaitu; Kejujuran dan Kesucian. Jadi, dalam mengarungi bahtera rumah tangga, calon pengantin senantiasa berpegang pada kejujuran dan kebersihan yang meliputi lahir dan batin. Dua modal utama inilah yang menjadi pegangan penting, bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam mengarungi bahtera rumah tangga. ”Itulah mengapa upacara ’Mappacci’ atau mensucikan diri menjadi sesuatu yang harus dijalani dalam mengawali prosesi pernikahan Bugis-mks.

Daun nangka. Nangka adalah simbol cita-cita, dalam bahasa Bugis disebut ‘panasa’ yang mengandung makna mamminasa, yang memiliki arti tekad dan cita-cita.

5.    Diatas daun pisang, terkadang juga diletakkan gula merah dan kelapa muda. Dalam tradisi masyarakat Bugis-Makassar, menikmati kelapa muda, terasa kurang lengkap tanpa adanya gula merah. Sepertinya, kelapa muda sudah identik dengan gula merah untuk mencapai rasa yang nikmat. Seperti itulah kehidupan rumah tangga, diharapkan suami-istri senantiasa bersama, untuk saling melengkapi kekurangan dan menikmati pahit manisnya kehidupan duniawi.
6.    Daun paccing/pacar adalah simbol kebersihan atau kesucian karena daun pacci itu digunakan sebagai pemerah kuku atau penghias kuku, belo-belo kanuku. Sebagaimana yang tercantum dalam pantun Bugis tadi yang berbunyi “DUA MI UWALA SAPPO, BELO NA KANUKUE, UNGANNA PANASAE”. Terjemahan bebasnya : hanya dua kujadikan perisaiku yaitu pacci (kesucian) dan lempu’(kejujuran). Peribahasa ini berlaku bukan hanya dalam hal pernikahan, tetapi hadir dalam setiap dimensi kehidupan masyarakat Bugis.
7.    Benno ditaruh dalam sebuah piring/mangkok dan diletakkan berdekatan dengan tempat daun pacci. Benno memiliki makna agar calon mempelai nantinya setelah berumah tangga dapat berkembang dan berketurunan yang dilandasi cinta kasih, penuh kedamaian dan kesejahteraan.
8.    Terakhir, Mappacci juga dilengkapi dengan lilin sebagai simbol  penerangan dan pengabdian (sebagi seoarng istri-meninggalkan masa lajang); digunakan sewaktu gelap sebagai penerang dan sebagai simbol pengabdian terhadap keluarga, masyarakat, agama, bangsa, dan negara.

9.    Tabur beras, beras adalah makanan pokok melambangkang kesejahteraan dan kesuburan, kuning dilambangkan emas; kemulian, tabur beras di simbolkan sebagai harapan agar mempelai wanita mendapatkan berkah kesejahteraan dalam beruma tangga.

Demikian penjelasan filosofis dari beberapa benda/peralatan yang mengiringi proses mappaccing. walau kadang masih banyak lagi peralatan yang biasa dipakai masyarakat sesuai adat dan kebiasaan mereka, namun secara umum peralatan yang saya sebutkan diatas, standar yang sering digunakan dibebrapa daerah bugis-makassar.

4 komentar:

  1. mantap penjelasannya walaupun masih ada yg belum.disajikan ttg tata cara mappacci dan knpa org mappacci manaruh ditgn calon pengantin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih masukannya Pak. Insya Allah lain waktu sy lengkapi.

      Hapus
  2. masyaallah..jazakillah khairan katsiran...sangat lengkap dan bisa dijadikan referensi...semoga berkah ilmuta dan menjadi amal jariyah...aamiin allahumma amin

    BalasHapus

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.