Senin, 02 November 2015

Pendidikan Holistik (Suci dan Bijak)

Perkembangan dunia ilmu pengetahuan sungguh menarik untuk diamati. Sekitar 20 tahun yang lalu, lahirlah satu model tandingan paradigma Newtonian yang selama hampir 400 tahun menguasai segenap tatanan masyarakat, baik di komunitas sosial maupun intelektual. Paradigma baru ini sering dinamakan Paradigma Holistik-Sistemik-Organismik, untuk membedakannya dari paradigma Newtonian yang bersifat materialistik, mekanistik, dan detertministik, Deretan istilah itu tidak wajib Anda ingat.
 
Intinya, perkembangan dunia keilmuan berimbas pada praktik pendidikan. Holistik sendiri berasal dari kosakata Inggris holistic. Istilah ini berasal dari kata holy yang berarti suci dan bijak. Cara pandang holistik dalam pembelajaran mendorong hadirnya ruh dari materi yang diajarkan, sehingga makna akan tujuan dan manfaat dari materi itu diharapkan dapat mendorong jiwa dan motivasi belajar anak yang tinggi. Prinsipnya adalah : Pahami dahulu keseluruhannya baru kemudian dalami per bagiannya.
 
Ada anak yang paham bahwa memalui matematika ia akan sanggup merancang satelit ruang angkasa, menjadi ahli pemprograman, prof matematika dll. Bandingkanlah dengan anak yang hanya mengenal matematika sebagai deretan angka dan rumus. Tentu semangat belajarnya berbeda, begitupun pada mata pelajaran lain. Memang, dengan pengetahuan itu tidak serta merta membuatnya menjadi ahli matematika, tetapi tumbuhnya rasa ingin tahu menjadikan ia lebih termotivasi.
 
Peran orangtua, sekolah, dan masyarakat adalah menghidupkan semangat belajar dan menularkannya kepada anak-anak. Nyaris dalam semua hal, anak-anak adalah peniru ulung dan pembelajar alami. Mereka belajar dari apa yang tertangkap oleh indera dan rasa. Jadi, untuk memiliki anak-anak pembelajar, maka menjadi manusia dewasa pembelajar adalah kemestian.
 
Untuk memujudkan pendidikan yang mampu menghasilkan pembelajar-pembelajar bijak dibutukan “sekolah” dan guru yang suci dan bijak pula. Sekolah sebagi “laboratorium kehidupan” berisi anak-anak, orangtua dan masyarakat, menjadi tempat terjadinya interaksi yang hangat, dan kesempatan aktualisasi diri dalam atmosfer yang menenteramkan. Sedangkan guru harus memliki fondasi kompotensi yang mempuni, mencakup keilmuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude), serta fondasi etik berupa moral, spiritual dan integritas.
 
Disisi lain, murid juga beruntung karena berkesempatan berinteraksi dengan guru-guru yang penuh dedikasi, percaya diri, bersemangat pembelajar sejati, bercita-cita besar, yang memandang dunia sebagai perlombaan berbuat amal kebajikan. Guru mereka juga tidak pernah menjadi tua, selalu muda dan energik. Para guru senior bergeser dan memberi jalan kepada guru-guru yang lebih muda. Semangat pembelajar itu tak akan pernah surut (study and struggle never die) walau masa jabatannya sebagai guru kelak berakhir. Seorang guru hidup abadi dalam sanubari.
.........

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.