Minggu, 19 Juni 2011

Pendekatan Pemecahan Masalah Menurut Polya.


Proses pendidian merupakan rangkaian peristiwa sosial dinamis yang didalamnya berlangsung proses manajerial dan operasional untuk melaksanakan perubahan kualitas tingkah laku yang diharapkan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal bertugas dan bertanggung jawab dalam upaya mengembangkan potensi siswa secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuan.
Upaya untuk mengembangkan potensi siswa ditiap sekolah diwujudkan melalui proses belajar mengajar sebagai inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Artinya dalam proses belajar mengajar siswa selalu diarahkan pada perubahan tingkah laku yang dirancang demi tercapainya tujuan pendidikan.
Abin Syamsudin makmun (dalam suyono,1999, h.3) menyatakan bahwa proses belajar mengajar tersusun atas sejumlah komponen yang saling berkaitan, komponen tersebut adalah :
1.      Siswa, dengan segala karakteristiknya berusaha untuk mengembangkan dirinya melalui kegiatan belajar
2.      Tujuan, adalah suatu yang diharapkan tercapai melalui kegiatan belajar.
3.      Guru, yang selalu mengusahakan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri siswa.
Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang menuntut pemikiran yang logis, kritis dan sistematis, serta menyangkut soal-soal yang memerlukan penyelesaian secara tuntas dan benar. Kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika sering kali dialami siswa. Menurut hasil penelitian movhovitch Hazar, zaslausky dan Inbar (dalam Rosnawati, 1991) Terdapat enam kategori kekeliruan yang umumnya dibuat oleh siswa menengah atas dalam pengerjaan matematika, yaitu : menggunakan data tang salah, salah menafsirkan bahasa, memilih kesimpulan yang salah, penyimpangan teori atau definisi, tidak meniliti kebenaran jawaban ahir dan kesalan tekhnis.
Sedangkan penelitian keesrufler (dalam sumartono, 1999 hal.12) memberikan kesimpulan bahwa kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal tersebut meliputi :
1.      Siswa kurang mengenal soal yang dihadapinya :
a.       Mereka tidak membaca dengan seksama
b.      Mereka tidak menyadari apa yang diketahui
c.       Mereka terlalu cepat memulai dengan perhitungan
d.      Mereka tidak mengetahua apa yang sebenarnya yang ditanyakan
2.      Siswa tidak merencanakan jalannya penyelesaian
a.       Mereka tidak memulai dengan apa yang ditanyakan
b.      Mereka tidak melihat persamaan-persamaan yang penting
c.       Mereka tidak menghubungkan teori umum dengan soal yang dihadapinya
3.      Siswa tidak menyelesaikan soal-soal secara rinci :
a.       Mereka mengabaikan satu-satunya yang dipakai
b.      Perhitungan mereka dimulai terlalu awal
4.      Siswa tidak menilai lagi kebenaran perhitungannya.
5.      Mereka tidak memeriksa lagi apakah jawaban yang dipperoleh itu betul, realitas, sesuai dengan yang ditanya.
Gambaran diatas Terjadi juga pada beberapa peelitian, yaitu (royani,2000), (sumartono, 1999), dan (suyono,1999) yang meneliti analisis terhadap kemampuan siswa SMU dalam mengerjakan soal pemecahan masalah berdasarkan langkah- langkah pemecahan masalah menrut polya.
Dari hasil analisis penelitian Royani menyimpulkan bahwa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah trigonometri berdasarkan langkah- langkah pemecahan masalah menurut polya, siswa mulai mengalami kesulitan pada tahap kedua, yaitu dalam menuliskan definisi, dalil atau rumus yang akan digunakan, kemudian pada tahap ketiga, yaitu dalam menuliskan langkah –langkah penyelesaian soal, dan tahap keempat memeriksa kembali hasilnya. Berikut presentase kesulitan yang dialami oleh siswa tersebut :
1.      Pada tahap memahami masalah siswa mengalami kesuliatan karena rata- rata presentase kesulitan pada tahap ini 0 %
2.      Pada tahapp perencanaan penyelesaian masalah siswa mengalami kesulitan 19,9%
3.      Pada tahap penyelesaian masalah sesuai rencana siswa mengalami kesulitan 62,6%
4.      Pada tahap pemeriksaan kembali terhadap semua langkah yang telah  dikerjakan siswa mengalami kesulitan 68,7%
Penelitian sumartono menyimpulkan bahwa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah persamaan grafik siswa sudah mengalami kesulitan pada tahap pertama yaitu memahami permasalahan, berikut presentasre kesuliatan yang dialami oleh siswa tersebut :
1.      Pada tahap pertama memahami masalah siswa mengalami kesulitan 15 %
2.      Pada tahap perencanaan penyelesaian masalah siswa mengalami kesulitan 72%
3.      Pada ahp penyelesaian masalah sesuai rencana siswa mengalami kesuliatn 80%
4.      Pada tahap pemeriksaan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan siswa mengalami kesulitan 88%
Penelitian suyono menyimpulkan bahwa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah peluang siswa muli mengalami kesulitan pada tahap kedua, berikut presentase kesuliatn yang dialami siswa tersebut :
1.      Pada tahap memahami masalah siswa tidak mengalami kesuliatan karena rata- rata presentase kesulitan siswa 0%
2.      Pada tahap perencanaan penyelesaian masalah siswa mengalami kesulitan 12,80%
3.      Pada tahap penyelesaian masalah sesuai rencana siswa mengalami kesulitan 79,86%
4.      Pada tahap pemeriksaan kembali trhadap semu langkah yang telah dikerjakan oleh siswa mengalami kesulitan 80,84%
Melihat kenyataan diatas, penulis sebagai seorang calon pendidik dan khususnya calon guru matematika merasa prihatin. Hal ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak agar dicari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan belajarsiswa khususnya dalam bidang studi matematika. Penulis mencoba memberikan alternative penggunaan metode belajar yaitu dengan membiasakan siswa dalam menyelesaikan soal- soal matematika dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah menurut polya. Ini juga didukung oleh hasil penelitian Royani (2000), somartono(1999), suryani(1999) yang menyarankan agar guru melatih siswa dalam menyelesaikan soal dengan mengikuti langkah- langkah pemecahan masalah menurut polya.  
                  Penyusun
                  Erdiansyah (Math Edu 34_O7 UIN)

                  Bila anda berminat mendapatkan file ini secara keseluruhan, silahkan download disini

Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model PAKEM



Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti. Karakteristik matematika yang sedemikian rupa, membuat belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Pemahaman suatu teorema, dalil, sifat, atau definisi dalam matematika memerlukan waktu yang relatif lama dan memerlukan ketekunan dan kesungguhan. Karakteristik matematika tersebut juga menyebabkan matematika merupakan pelajaran yang sulit dipahami, membosankan, menakutkan bagi siswa.
Faktor lain yang berpengaruh adalah cara mengajar guru yang tidak tepat. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya minat belajar. Minat belajar akan tumbuh dan terpelihara apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi, baik melalui variasi model maupun media pembelajaran.
            Dalam rangka perbaikan sistem pendidikan termasuk pembaharuan
kurikulum, berbagai pihak melakukan kajian atau analisis serta melihat perlunya penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency Based Curriculum) atau KBK. Kurikulum Berbasis Kompetensi dimaksudkan untuk membekali siswa dengan berbagai kompetensi atau kemampuan yang telah distandarkan. Kegiatan belajar mengajar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah sebagai berikut :
1. Berpusat pada siswa.
2. Mengembangkan kreatifitas.
3. Menciptakan kondisi yang menyenangkan.
4. Kontekstual.
5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam.
6. Belajar melalui berbuat.
                    Kurikulum 2006 atau KTSP yang sekarang sudah diterapkan memberikan keleluasaan kepada guru untuk mengembangkan indikator serta materi yang diajarkan untuk dapat mencapai standar kompetensi yang sudah ditetapkan pemerintah. Salah satu hal yang mendasar adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, serta penilaian yang harus dilakukan adalah secara berkesinambungan dengan memperhatikan aspek kognitif. Seiring diberlakukannya KBK maupun KTSP telah disosialisasikan model-model pembelajaran yang sesuai, namun belum semua guru menerapkan dan mengembangkan dalam pembelajaran. Mengingat hal tersebut, perlu diterapkan Model PAKEM yang dikembangkan dengan pemberian tugas terstruktur di rumah untuk memotivasi siswa agar aktif dan kreatif belajar dirumah karena siswa memiliki waktu yang cukup dirumah.
Berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan di SMP N I BANGKALA, menurut informasi dari guru yang mengajar di kelas VII bahwa pada tahun 2009/2010, ketuntasan belajar matematika pada meteri himpunan belum optimal ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 65%, padahal materi himpunan merupakan materi yang selalu diujikan dalam Ujian Akhir Nasional dan merupakan dasar untuk mempelajari materi fungsi yang diajarkan di kelas VIII. Mengingat hal tersebut ketuntasan belajar siswa yang meliputi keaktifan siswa, keterampilan proses siswa, dan hasil belajar siswa pada materi himpunan harus ditingkatkan, dengan harapan semua siswa dapat menjawab soal Ujian Akhir Nasional yang berkaitan dengan materi himpunan dan materi fungsi dengan benar. Dalam rangka meningkatkan ketuntasan belajar siswa kelas VII SMPN I BANGKALA Tahun Ajaran 2010/2011 pada Materi Himpunan dalam penelitian peneliti menawarkan pembelajaran dengan model PAKEM yang dikembangkan dengan pemberian tugas dirumah . Pemberian tugas dirumah dilaksanakan siswa sebelum pembelajaran dikelas. Denganpemberian tugas tesebut, siswa memiliki bekal pengetahuan sebelum pembelajaran. Pada saat pembelajaran, guru melakukan review tentang materi pada tugas terstruktur melalui model PAKEM. Dalam rangka memperkuat pemahaman siswa, segala permasalahan diselesaikan melalui diskusi kelompok, kemudian merangkum hasil pembelajaran.
Model PAKEM dipilih dengan alasan mengingat belajar merupakan proses aktif membangun makna. Siswa memiliki imajinasi dan rasa ingin tahu. Berarti siswa memiliki modal untuk kreatif. Pembelajaran pasti mempunyai tujuan, yaitu berhasil atau tujuan tercapai. Berarti pembelajaran harus efektif. Jika siswa aktif, kreatif, berhasil atau mencapai tujuan maka akan mendorong siswa senang belajar, dan akhirnya senang belajar.
       
         Penyusun ;
         Dian Pisesa ( Rekan Sekelas di Math Edu 34_07 UIN Alauddin MKS
         untuk lebih lengkapnya silahkan download disini

“Penerapan model learning cycle (siklus belajar) dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Dompu Kec,Dompu Kab Dompu.


Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivisme ialah penggunaan learning cycle (siklus belajar). Siklus belajar terdiri atas tiga fase yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep.
Selama fase eksplorasi, siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam situasi yang baru. Pada fase ini, siswa menyelidiki fenomena dengan bimbingan minimal. Fenomena tersebut harus menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka pecahkan dengan gagasan mereka sendiri dengan pola-pola penalaran yang biasa mereka gunakan. Fase ini bertujuan untuk membawa siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang diselidiki.
Pada fase pengenalan konsep, guru memperkenalkan pada siswa hubungan antar konsep-konsep yang terlihat dalam fenomena yang diselidiki dan mendiskusikannya. Dan pada fase terakhir, siswa diberikan kesempatan untuk menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan dalam menyelesaikan masalah.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat beberapa keunggulan learning cycle (siklus belajar) diantaranya:
  1. Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
  2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa.
  3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Berdasarkan hasil penelitian Samrah di SMP Negeri 2 dompu, model pembelajaran ini sangat cocok untuk siswa tingkat SMP/MTs, dimana mereka dihadapkan pada sesuatu yang baru. Ini akan sangat membantu mereka dalam menemukan konsep-konsepnya.
Setelah melakukan observasi dan wawancara dengan guru matematika SMP Negeri 2 Dompu Kec,Dompu Kab Dompu. pada proses belajar mengajar yang berlangsung, guru menggunakan metode ceramah. Meskipun metode ceramah memiliki kelebihan-kelebihan tapi metode ceramah pun memiliki kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan diantaranya pelajaran yang berjalan membosankan sehingga siswa-siswa menjadi pasif. Selain itu, metode ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi belajar menghafal yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian. Dari hasil wawancara penulis dengan Tasmia, guru matematika SMP Negeri 2 Dompu Kec,Dompu Kab Dompu, sebagian besar (65%) siswa memiliki hasil belajar yang masih rendah yaitu nilai yang berada di bawah 65. Olehnya itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan model siklus belajar dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan judul “Penerapan model learning cycle (siklus belajar) dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Dompu Kec,Dompu Kab Dompu.


Untuk lebih lengkapnya silahkan download  disini  atau disini

PTK ( Penelitian Tindakan Kelas)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom action Research merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurt dan Lewin pada tahun 1946. Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK atau action research adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri; (b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David Hopkins, 1993:44). Sedangkan tim pelatih proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (M. Nur, 2001).

Sejalan dengan pengertian diatas, Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari penelitian tindakan yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial (termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.
Definisi tersebut diperjelas oleh pendapat Kemmis dalam Kardi (2000) yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik pendidikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan merefleksikannya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh yang sebenarnya dalam situasi tersebut.

c. TUJUAN PTK

Sebagaimana disyaratkan diatas, PTK antara lain bertujuan untuk memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya melekat penuaian misi profesional kependidikan yang diemban oleh guru. Dengan kata lain, tujuan utama PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru. Di samping itu, sebagai tujuan penyerta PTK adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru guna memperbaiki kinerja di kelasnya sendiri.

d. MANFAAT PTK

Dengan bertumbuhnya budaya meneliti yang merupakan dampak bawaan dari pelaksanaan PTK secara berkesinambungan, maka PTK bermanfaat sebagai inovasi pendidikan karena guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri. Dengan kata lain, karena para guru semakin memiliki suatu kemandirian yang ditopang oleh rasa percaya diri. Disamping itu PTK juga bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan profesionalisme guru.

e. TAHAP-TAHAP PTK

Penelitian tindakan kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan MC Taggar,1992) yaitu Planning (rencana), Action (tindakan), Observation (pengamatan) dan Reflection (refleksi). Untuk lebih memperjelas mari kita perhatikan tahapan-tahapan berikut:
e.1. PLANNING (RENCANA)
Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu. Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat menguasai hambatan. Dengan perencanaan yang baik seorang praktisi akan lebih muda untuk mengatasi kesulitan dan mendorong para praktisi tersebut untuk bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari perencanaan, partisipan harus bekerja sama dalam diskusi untuk membangun suatu kesamaan bahasa dalam menganalisis dan memperbaiki pengertian maupun tindakan mereka dalam situasi tertentu.
e.2. ACTION (TINDAKAN)
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaiksanaan suatu model pembelajaran yang hasilnya juga akan dipergunakan untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas.
e.3. OBSERVATION (PENGAMATAN)
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan, hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul.
e.4. REFLECTION (REFLEKSI)
Releksi disini meliputi kegiatan : analisi, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian, penelitian tindakan dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan waktu untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus selanjutnya.

f. PRINSIP-PRINSIP PTK

Terdapat enam prinsip yang mendasari PTK yang dijelaskan Hopkins dalam Kardi (2000). Keenam prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tugas utama guru adalah mengajar, dan apapun Metode PTK yang diterapkannya, sebaiknya tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
3. Metodologi yang digunakan harus reliabel, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya.
4. Masalah penelitian yang diambil oleh guru hendaknya masalah yang cukup merisaukannya dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki komitmen terhadap pemecahannya.
5. Dalam penyelenggaraan PTK, guru haruslah bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
6. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan atau mata pelajaran tertentu (skala mikro), melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan (skala makro).

g. PROSEDUR PELAKSANAAN PTK

Penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur atau siklus dari berbagai kegiatan pembelajaran. Menurut Raka Joni dan kawan-kawan (1998) terdapat 5(lima) tahapan dalam pelaksanaan PTK. Kelima tahapan dalam pelaksanaan PTK tersebut adalah:
1. Penetapan fokus masalah penelitian
2. Perencanaan tindakan perbaikan
3. Pelaksanaan tindakan perbaikan. Observasi dan interpretasi
4. Analisi dan Refleksi
5. Perencanaan tindak lanjut
Selanjutnya alur pelaksanaan PTK dapat digambarkan sebagaimana tampak pada gambar.
picture12
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran adanya permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan/atau hasil belajar siswa, dan/atau implementasi suatu program sekolah. Bertolak dari adanya masalah tersebut, yang besar kemungkinan masih tergambar secara kabur, guru kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam, kalau perlu dengan menumbuhkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis dan/atau melakukan kajian pustaka yang relevan.
Pada gilirannya, dengan perumusan permasalahan yang lebih tajam itu dapat dilakukan diagnosis kemungkinan-kemungkinan penyebab permasalahan lebih cermat, sehingga terbuka peluang untuk menjajagi altenatif-alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif yang dinilai terbaik kemudian diterjemahkan menjadi program tindakan perbaikan yang akan dicobakan. Hasil pencobaan tindakan itu dinilai dan direfleksikan dengan mengacu kepada kriteria-kriteria perbaikan yang dikehendaki, yang telah ditetapkan sebelumnya.


Untuk lebih jelas anda bisa melihat contoh proposal/skripisi tentang PTK disini...download

Jumat, 10 Juni 2011

Cinta Tidak Harus Berupa Bunga

Suami saya adalah seorang Insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
“Mengapa?”, dia bertanya dengan terkejut.
“Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan”
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya, “Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”.
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, “Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya. “Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?”
Dia termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok.”
Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan….
“Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.
“Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PCnya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.”
“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.”.
“Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.”
“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ‘teman baikmu’ datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.”
“Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi ‘aneh’. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.”
“Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.”
“Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu”.
“Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.”
“Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu.”
“Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.”
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.
“Dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu.”
“Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.”.
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku. Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud “Bunga”.

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.

Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat orang lain.